TEMPO Interaktif, Jakarta -- Pemerintah didesak untuk memeriksa para pengusaha Malaysia yang dinilai semena-mena mengamankan investasinya. Selain perusahaan Sawit di Mesuji, investor Malaysia di bidang sawit juga melakukan pembantaian orang utan di Kalimantan Timur.
"Investor-investor Malaysia tersebut harus diperiksa," kata Neta S. Pane, Ketua Presidium Indonesian Police Watch kepada Tempo, Kamis, 15 Desember 2011.
Desakan untuk "menertibkan" pengusaha sawit Malaysia adalah satu dari tiga rekomendasi yang dimintakan IPW. Ketiga poin masalah yang disoroti IPW ini layak dicermati untuk melihat kasus Mesuji yang cenderung terbiarkan sejak bulan April 2011 ini. "IPW berharap, pemerintah bersikap tegas dan tuntas menyelesaikan kasus ini," kata Neta S. Pane lagi.
Tiga rekomendasi tersebut, menurut Neta. adalah pertama, Kepala Polda Lampung harus menjalani periksaan Komisi Nasional HAM mengenai kemungkinan keteribatan polisi atau terjadinya pembiaran dalam kasus Mesuji ini.
Kedua, pemerintah juga harus bersikap tegas terhadap pengusaha Malaysia yang berinvenstasi di Indonesia, khususnya di sektor perkebunan kelapa sawit.
Ketiga, kasus Mesuji, menurut Neta, juga harus dijaga sehingga terhindar dari unsur politik. Ia menyatakan, kasus Mesuji dapat dipolitisasi dan dijadikan momentum untuk mengalihkan isu atau menutup kasus-kasus besar, seperti Bank Century, skandal asmara di KPK, kasus Nazaruddin, kasus Depnaker, dan lainnya.
Kasus pembantaian di Mesuji, Lampung, menurut Neta, sudah lama terjadi dan tidak ada yang peduli. Masyarakyat Mesuji dan LSM sudah teriak dan protes, tapi juga tidak ada yang menanggapi.
Sebelumnya, pernah terjadi sengketa lahan antara warga dan perusahaan kelapa sawit, PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) di Kecamatan Tanjungraya, Kabupaten Mesuji. Warga menduga izin hak guna usaha dan hak guna bangunan milik PT BSMI palsu.
Peristiwa ini disampaikan masyarakat Lampung di hadapan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Terjadi awal tahun 2011 seperti yang disampaikan oleh Masyarakat Lampung di hadapan Komisi III DPR RI kemarin.
FRANSISCO ROSARIANS