TEMPO.CO, Tulungagung - Kepala Bagian Operasional Reserse dan Krimiminal Kepolisian Resor Tulungagung, Inspektur Satu Siswanto, mengatakan kasus asusila yang ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) melonjak jumlahnya.
Siswanto memaparkan bahwa Januari hingga Juni 2012 jumlah kasus asusila yang ditangani mencapai 23 kasus. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan tahun 2011, yakni sebesar 32 kasus yang terjadi selama kurun waktu satu tahun. "Banyak sekali kasus perkosaan dan pencabulan," katanya kepada Tempo, Kamis 28 Juni 2012.
Menurut Siswanto, kondisi ini cukup memprihatinkan sekaligus ancaman bagi kaum perempuan di Tulungagung. Sebab resiko keamanan mereka semakin tinggi dengan perkembangan modus kejahatan seksual yang beragam.
Polisi terus menggencarkan pengawasan dan penindakan terhadap pelaku kejahatan asusila. Masyarakat juga diimbau mewaspadai lingkungan di sekitarnya dan tidak membuka potensi terjadinya kejahatan seksual.
Hasil evaluasi Polres Tulungagung menyimpulkan bahwa terdapat banyak faktor yang memicu terjadinya kejahatan seksual. Di antaranya adalah banyaknya warung kopi yang beroperasi 24 jam di berbagai kawasan di Tulungagung.
Warung-warung kopi ini disinyalir menjadi ajang pergaulan bebas remaja maupun dewasa yang tanpa batas. Apalagi sejumlah warung menyediakan tempat bilyar maupun lokasi nongkrong tersembunyi. "Warung-warung ini banyak sekali di masyarakat," ujar Siswanto.
Berdasarkan hasil pantauan Tempo, warung yang satu hanya berjarak beberapa puluh meter dari warung lainnya dan selalu dipenuhi pengunjung. "Ada juga warung yang menjadi tempat mangkal perempuan nakal," ucap salah seorang pemuda Tulungagung, Tri Cahyono.
Tri mengatakan terjadi kegiatan maksiat dalam aktivitas warung tertentu. Bahkan santer terdengar ada warung yang penjualnya menyediakan layanan biologis kepada pria hidung belang. Warga Tulungagung kerap menyebutnya "kopi pangku", yakni perempuan-perempuan nakal disediakan untuk menjamu konsumen. Mereka menggoda pembeli untuk meramaikan warung.
Faktor pemicu lainnya, kata Siswanto, adalah kepergian istri menjadi tenaga kerja wanita di luar negeri. Sejumlah pelaku kejahatan seksual mengaku melakukannya karena telah lama ditinggalkan istrinya ke luar negeri.
HARI TRI WASONO