TEMPO.CO, Surabaya - Pemerintah Provinsi Jawa Timur menolak masuknya garam impor ke daerah tersebut. Penolakan ditandai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Gbernur Nomor 78 tahun 2012. Dalam keputsan tersebut ditegaskan bahwa garam impor tidak boleh masuk ke Jawa Timur sebulan sebelum panen raya dan dua bulan setelah panen raya. "Yang jelas Jawa Timur menolak garam impor," kata Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf, Rabu 12 September 2012.
Sikap tegas Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu, kata Saifullah yang akrab dengan sapaan Gus Ipul, selain untk melindungi petani garam, juga sekaligus menjawab desakan Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) yang minta pemerintah segera menutup pintu bagi garam impor.
Menurut Gus Ipul, sikap penolakan garam impor tersebut akan ditindaklanjuti dengan menerjunkan tim untuk mengawasi seluruh pelabuhan serta menjaga daerah perbatasan antara Jawa Timur-Jawa Tengah dan Jawa Timur-Bali. Petugas di perbatasan akan mengantisipasi masuknya garam impor yang diduga melalui provinsi lain. "Sejak 2011 sikap kami sebenarnya sudah tegas. Kalau masih ada garam impor berarti masuk melalui perbatasan antar provinsi," ujarnya.
Kepala Biro Administrasi Perekonomian Jawa Timur, Muhammad Ardi Prasetyawan, berjanji secepatnya menggelar inspeksi di seluruh pergudangan garam yang ada di pelabuhan.
Menurut Ardi, pada 2011 Gubernur Jawa Timur sebenarnya sudah membentuk tim pengawasan dengan keluarnya Surat Keputusan bernomor 188/630/KPTS/031/2011. "Timnya sudah ada, tinggal digerakkan saja," ucapnya.
Tim pengawas terdiri dari personil Satuan Polisi Pamong Praja, DInas Perikanan dan Kelautan, serta Dinas Perindustrian dan Perdaganan.
Membanjirnya garam impor mengakibatkan harga garam rakyat saat ini anjlok menjadi Rp 350 per kilogram untuk garam kwalitas satu (KW1) dan Rp 300 per kilogram untuk kwalitas dua (KW2). Padahal harga pokok penjualan (HPP) yang dipatok pemerintah untuk KW1 adalah Rp 750 per kilogram dan Rp 550 per kilogram untuk KW2.
FATKHURROHMAN TAUFIQ