TEMPO.CO, Kupang - Gunung Rokatenda di Pulau Palu’e, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat, 21 Desember 2012, meletus. Akibatnya, ribuan warga mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT, Tini Thadeus, mengatakan, letusan kali ini cukup besar dibandingkan dengan letusan yang terjadi Oktober 2012 lalu. Sebab, letusan disertai dengan kobaran api yang keluar dari puncak gunung. “Warga di pulau itu memilih untuk mengungsi,” katanya kepada Tempo, di Kupang, Jumat, 21 Desember 2012.
Gunung Rokatenda juga menyemburkan lahar panas, namun tidak sampai ke permukiman warga. Semburan lahar mengarah ke laut. Selain itu, semburan abu vulkanik yang cukup tinggi menyiram hampir seluruh Pulau Palu’e dan mencemari air minum warga.
Jumlah pengungsi sesuai data di Desa Ropa, Kecamatan Weweria, Kabupaten Ende, sebanyak 300 jiwa, atau 100 keluarga. Sedangkan sekitar 10 ribu lainnya menyelamatkan diri ke Maumere, Ibu Kota Kabupaten Sikka. "Pengungsi itu tinggal di rumah-rumah warga karena belum ada tempat tenampungan bagi para pengungsi," ujar Tini.
Menurut Tini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengucurkan dana Rp 60 juta untuk membantu para pengungsi. Sedangkan BPBD NTT menyalurkan bantuan berupa makanan siap saji, masker, dan terpal.
Gunung Rokatenda atau juga disebut Gunung Paluweh terletak di Pulau Palu'e, sebelah utara Pulau Flores. Gunung api bertipe strato ini merupakan yang tertinggi di Pulau Palu'e, yakni dengan ketinggian 875 meter di atas permukaan laut.
Letusan terhebat terjadi pada 4 Agustus hingga 25 September 1928. Letusan saat itu disertai dengan gempa bumi dan gelombang tsunami. Letusan terakhir terjadi pada 23 Maret 1985 dengan embusan abu mencapai 2 kilometer serta lontaran material vulkanik lebih kurang 300 meter di atas puncak.
YOHANES SEO