TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman (PIPIMM), Suroso Natakusuma mengatakan informasi yang salah soal bahan tambahan pangan (BTP) telah meresahkan masyarakat. " Ada misleading information bahwa bahan tambahan pangan sebagai bahan berbahaya seperti pengawet dan pemanis," katanya Jumat, 8 Februari 2013 di Jakarta.
Menurut Suroso, masalah bahan tambahan pangan ini masih sering muncul dan menyebabkan kenyamanan masyarakat terganggu. Hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan masyarakat mulai konsumen, pedagang retail, produsen serta media massa. "Isu masih kerap muncul kendati sudah diredam sejak empat tahun terakhir ini," katanya.
Informasi menyesatkan ini, kata Suroso muncul dalam bentuk selebaran yang beredar di masyarakat. "Ini membuat masyarakat resah," katanya. Dia mencontohkan, selebaran yang menyatakan pangan dengan pemanis buatan siklamat dapat menyebabkan penyakit lupus. "Tujuannya mendiskreditkan produk tertentu di dalam selebaran hingga mengakibatkan menurunnya daya saing produk,” ungkapnya.
Bahkan, kata Suroso, informasi menyesatkan itu juga menyalahgunakan lembaga bereputasi tinggi seperti WHO, IDI, BPOM untuk mendiskreditkan pangan tertentu. Selain itu juga melalui informasi di media ihwal bahan tambahan pangan membahayakan kesehatan.
Dia mencontohkan, informasi hoax 10 golongan makanan sampah yang diumumkan WHO. "Padahal WHO tidak pernah menyatakan itu karena menjadi kewenangan BPOM dan Departemen Kesehatan," ujarnya. Dampak pemberitaan isu pangan ini, kata Suroso berdampak luas. Ini telah menimbulkan kepanikan dan ketakutan konsumen untuk mengonsumsi bukan hanya produk yang diisukan. "Juga menimpa produk jenis lain," katanya.
Kepanikan ini, kata Suroso, kemudian membuat agen distributor hingga retail ketakutan oleh aksi sweeping yang dilakukan pihak tertentu. "Untuk kemudian memicu tindakan kontra produktif," katanya. Maksudnya, kata Suroso, kepolisian, dinas kesehatan, rumah sakit atau sekolah mengeluarkan surat edaran berupa imbauan, hingga perintah penarikan produk dari pasaran.
DAVID PRIYASIDHARTA