TEMPO.CO, Jakarta - Gagasan mengembangkan “tol” laut calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Joko Widodo, mengundang kontroversi. (Baca: Jokowi Kembali Beberkan Konsep Tol Laut) Konsep Jokowi menghubungkan pulau-pulau di seluruh Indonesia dengan kapal berukuran besar dianggap pengusaha kapal tidak realistis untuk saat ini. Sebaliknya, Kementerian Perhubungan sepakat dengan ide itu.
Carmelia Hartoto, Ketua Umum Indonesia National Shipowners Association (INSA), mengatakan ada yang kurang tepat dalam rencana tol laut Jokowi. Ia mengatakan, dibanding menyediakan kapal besar dengan ukuran 3.000 twenty-feet equivalent units (TEUs), pemerintah baru sebaiknya membangun pelabuhan ataupun industri secara merata.
"Pelabuhan dan industri dibangun saja dulu di Indonesia timur," kata Carmelia kepada Tempo, Sabtu, 24 Mei 2014.
Ia mengatakan, dengan terbangunnya pelabuhan-pelabuhan di suatu wilayah, industri akan dengan sendirinya terbangun di wilayah tersebut. Jika industri telah tumbuh merata hingga ke Indonesia timur, kebutuhan perkapalan akan meningkat. "Pengusaha kapal juga nanti memperbesar kapalnya kalau kebutuhannya memang mengarah ke yang lebih besar," katanya.
Carmelita mengatakan untuk saat ini pembangunan pelabuhan baru perlu lebih diutamakan ketimbang pengadaan kapal berukuran 3.000 TEUs. Kondisi pelabuhan yang buruk, dia melanjutkan, kerap membuat pengusaha kapal atau pelayaran enggan menepikan kapalnya karena khawatir bakal rusak.
Ia mengungkapkan penyeberangan atau distribusi barang dengan kapal 3.000 TEUs akan menjadi kurang bermanfaat ketika barang dari Indonesia barat telah selesai dikirim ke Indonesia timur. Sebab, kapal yang berangkat dari timur menuju barat hanya akan mengangkut barang dalam jumlah sedikit dengan biaya angkut yang sama besar.