TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Mudhofir Khamid mengatakan ada sistem yang aneh dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"Sistem pengupahan agak aneh. Tidak adil pengupahan dengan UMP yang sama antara pengusaha besar dan pengusaha kecil," kata Mudhofir dalam acara diskusi "May Day dan Selusin Paket Deregulasi" di Gado-gado Boplo, Jakarta, Sabtu, 30 April 2016.
Menurut Mudhofir, salah satu cara meningkatkan kesejahteraan buruh adalah memberikan jaminan sosial, perumahan untuk buruh, dan sarana transportasi yang memadai untuk mendukung komponen hidup layak (KHL). "Kalau sistem pengupahan hanya berputar pada UMP, setiap tahun akan ada aksi besar," katanya.
Selama ini, kata Mudhofir, pemahaman tentang upah minimum dengan upah layak telah salah kaprah. Dalam menentukan upah layak, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan, seperti beban tanggungan, lamanya masa kerja, dan kemampuan atau keahlian. "Upah layak itu jaring pengaman," ujarnya.
Namun, menurut Mudhofir, belum ada standar khusus untuk menentukan ukuran layak atau tidak. Hal ini terjadi karena ada sistem pengupahan yang aneh dan belum jelas dari pemerintah. "Standardisasi tidak ada karena sistem yang ada belum jelas. Ke depan, harus lebih baik supaya seimbang," ucapnya.
Mudhofir juga menyoroti masalah pengupahan untuk pekerja outsourcing. Menurut dia, pekerja kontrak seharusnya hanya direkrut untuk pekerjaan pendukung. Selama ini, kata dia, banyak tenaga kerja bantu yang justru bekerja dengan kapasitas pokok dan hanya diberi upah tak sesuai.
LARISSA HUDA