TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) prihatin terhadap peristiwa perkosaan keji yang menimpa Yuyun, 14 tahun, di Bengkulu. "Peristiwa ini sangat di luar batas kemanusiaan," kata Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, dalam pernyataannya, Selasa, 3 Mei 2016.
Hasto melihat masih maraknya perkosaan maupun pelecehan seksual terhadap perempuan sebagai akibat masih kentalnya budaya patriarki di Indonesia. Akibatnya, terjadi hubungan subordinasi antara laki-laki dan perempuan. "Perempuan dianggap sebagai obyek yang menjadikan perempuan rentan sebagai korban,” katanya. “Perlu revolusi memandang perempuan, jangan lagi sebagai obyek.”
LPSK mengapreasi kerja cepat kepolisian Bengkulu dalam membongkar kasus tersebut. Dalam penyidikan nanti diharapkan polisi bisa menerapkan pasal yang tepat. Sehingga dalam proses berikutnya, yakni penuntutan, jaksa bisa mendakwa para pelaku secara maksimal. "Hal ini agar hukuman yang didapat pun maksimal, mengingat tindakan para pelaku sangat keji karena selain memperkosa, juga menghilangkan nyawa korban," ujar Hasto.
Hasto juga berharap, baik aparat maupun masyarakat bisa peduli atau mau memberi tahu jika ada sesuatu yang bersifat kriminogenik. Misalnya ada warung yang menjual minuman keras atau jika ada orang-orang yang mengkonsumsi minuman keras.
Sebab, menurut Hasto, meskipun sedikit, pemicu bisa melatarbelakangi sebuah kejahatan yang luar biasa. "Seperti pada kasus ini, minuman keras menjadi pemicu pemerkosaan dan pembunuhan," ucapnya.
Yuyun, seorang siswa di Bengkulu, diperkosa 14 orang pemuda pada 4 April lalu. Belasan pemuda itu sebelumnya sedang pesta minuman keras. Nahas datang ketika korban sedang melintas kemudian diperkosa hingga tewas dan mayatnya dibuang para pelaku.
FRISKI RIANA