TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mendesak Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Rosan Perkasa Roeslani, melunasi pesangon mantan karyawan Bloomberg TV Indonesia.
Direktur Eksekutif LBH Pers Nawawi Bahrudin mengatakan bahwa Rosan, sebagai pemegang saham mayoritas Bloomberg TV Indonesia, seharusnya menaati kesepakatan hukum yang ditandatangani. “Kami mendesak pemegang saham mentaati perjanjian hukum,” ujar Nawawi dalam keterangan pers yang diterima Tempo, Jumat, 6 Mei 2016.
Nawari menjelaskan, Rosan dua kali menggelar pertemuan dengan para mantan karyawan televisi itu, yakni pada 8 Juli 2015 dan 2 Maret 2016. Pada pertemuan kedua, Rosan menandatangani perjanjian di atas kertas bermaterai untuk membayar seluruh atau sebagian pesangon eks-karyawan.
Staf Khusus Kemenakertrans Dita Indah Sari akan memanggil Rosan untuk meminta keterangan. Menurut dia, sebagai Ketua Kadin, Rosan seharusnya bisa menyelesaikan persoalan itu, segera. “Kemenaker akan mempertanyakan ini dan mempertimbangkan untuk memanggil pemegang saham Bloomberg TV Indonesia jika hak-hak eks-karyawan diabaikan."
Dita telah beberapa kali menerima penjelasan eks-karyawan di Kantor Kemenaker. Dia memastikan, Kemenakertrans akan mengawal upaya mediasi maupun hukum yang ditempuh oleh para mantan karyawan televisi berita ekonomi tersebut. Dia mengaku telah berkoordinasi dengan tim hukum kementerian untuk menindaklanjuti laporan dan permintaan dukungan eks-karyawan Bloomberg TV Indonesia. “Saya mendukung penuh perjuangan teman-teman eks-karyawan Bloomberg TV Indonesia."
Koordinator Perkumpulan Eks-Karyawan Bloomberg TV Indonesia Arif Budiman mengatakan para mantan karyawan telah memberikan kuasa hukum kepada LBH Pers untuk menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) jika terjadi kebuntuan mediasi antara eks-karyawan dan pengusaha.
“Kami meminta eks-direktur utama Adhitya Chandra Wardhana dan pemegang saham Rosan Roeslani mematuhi perjanjian pembayaran pesangon,” kata Arif.
Pada Rabu 4 Mei 2016, Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Selatan memanggil eks karyaawan dan wakil dari perusahaan untuk mediasi pertama. Namun tak ada wakil perusahaan yang hadir. “Jika pada mediasi kedua dan ketiga perwakilan perusahaan dan pengusaha tetap tidak punya itikad baik, kami akan melanjutkan ke PHI,” kata Arif.
Menurut Arif, eks-karyawan menggugat agar pengusaha membayar pesangon sesuai kesepakatan tertulis yang telah ditandatangani bersama saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Juni 2015. “Dengan situasi ini kami menuntut pesangon dilunasi segera,” kata dia.
DEVY ERNIS