TEMPO.CO, London – Sebuah laporan terbaru dari Lembaga HAM, Amnesty International mengungkap tindakan penghilangan paksa dan penyiksaan oleh Pemerintah Mesir terhadap ratusan warganya. Pelajar hingga aktivis pun ikut menjadi korban dalam tindakan kekerasan ini.
“Taktik penghilangan paksa merupakan instrumen utama dari Pemerintah Mesir. Siapapun akan berada dalam bahaya, jika berbicara lantang,” ujar Philip Luther, Direktur Amnesty International untuk wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara.
Laporan yang dirilis di London, pada hari Rabu, 13 Juni 2016, mengatakan rata-rata tiga hingga empat orang menghilang setiap hari di Mesir. Tindakan tersebut merupakan bagian dari kebijakan pelarangan perbedaan pendapat yang diterapkan Pemerintah Mesir sejak awal tahun 2015.
Pelajar, aktivis politik dan para pendemo, ikut menjadi korban tindakan kekerasan ini. Bahkan seorang anak berusia 14 tahun, berulang kali dicabuli dengan sebuah tongkat kayu agar mengakui kesalahannya. Sementara sebagian lain ada yang dipukul, ditelanjangi, bahkan disetrum.
Komnas HAM Mesir, pada 3 Juli 2016 juga telah menerbitkan laporan serupa. Organisasi resmi pemerintah Mesir ini merilis data bahwa ada 266 kasus penghilangan paksa terhadap rakyat Mesir selama Maret hingga April 2015. Laporan tersebut menyebutkan bahwa Kementerian Dalam Negeri adalah pihak yang bertanggungjawab atas kejadian ini.
Meskipun Pemerintah Mesir telah menyangkal adanya praktik-praktik penyiksaan tersebut, namun tidak ada pernyataan lebih lanjut. Media Al Jazeera yang mencoba meminta klarifikasi, belum mendapatkan respons apa-apa .
Beberapa warga Mesir angkat bicara kepada media terkait hal ini. Wael Abbas, seorang warga Mesir mengatakan kepada Al Jazeera, bahwa organisasi-organisasi HAM di negaranya saat ini menjadi target dari pemerintah.
“Pemerintah telah membekukan aset beberapa organisasi di Mesir, bahkan telah melarang para aktivis-aktivis ini untuk melakukan perjalanan. Akun rekening bank milik mereka pun juga ikut dibekukan,” ujar Abbas.
“Polisi memberhentikan orang-orang secara paksa di tengah jalan, lalu meminta telepon genggam orang-orang tersebut. Polisi mengecek akun Facebook milik mereka dan jika menemukan ada unsur-unsur anti-rezim di dalamnya, maka mereka akan ditahan,” tambah Abbas.
Selain itu, Amnesty International juga mengkritisi pemerintah negara-negara Eropa dan Amerika Serikat yang mengabaikan hal ini. “Negara-negara Eropa dan Amerika terus menyuplai peralatan untuk kepolisian Mesir, namun mereka mengabaikan kondisi HAM di Mesir yang semakin memburuk.”
Laporan atas tindakan keras yang dilakukan oleh Pemerintah Mesir semakin meningkat sejak Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi berkuasa. Mantan Panglima tentara Mesir itu menjadi pemimpin Mesir setelah menggulingkan Presiden Mesir sebelumnya, Mohamed Morsi pada Juli 2013.
ALJAZEERA | FAJAR PEBRIANTO | MR