TEMPO.CO, Jakarta - Ini hari ketiga masyarakat Pegunungan Kendeng, Rembang, membangun tenda perjuangan di depan kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat. Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK), Joko Prianto, berharap Presiden Joko Widodo menemui perwakilan JM-PPK di tenda perjuangan itu.
Mereka berharap Presiden bisa menghentikan pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng. "Kami para petani Rembang masih di sini, berdiri tegak menyangga tenda, tempat kami bernaung dan berteduh, yang kini terancam pembangunan industri semen yang membabi buta tanpa memperhatikan daya dukung dan daya tampung wilayah."
Menurut Joko, banyak pelanggaran yang ditabrak PT Semen Indonesia untuk memuluskan usahanya membangun pabrik semen dan menambang batu kapur di Rembang. "Hanya demi pembangunan semu, karena sesungguhnya kehidupan mayoritas rakyat, khususnya di Jawa Tengah, adalah bertani," ucapnya.
Joko memaparkan berbagai dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Semen Indonesia. Menurut dia, PT Semen Indonesia telah melanggar Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah, Peraturan Daerah Rancangan Tata Ruang Wilayah Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010, dan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011.
Selain itu, Joko menilai PT Semen Indonesia menetapkan kawasan pabrik sebagai obyek vital nasional secara sepihak. Analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) PT Semen Indonesia pun, menurut dia, keliru serta terdapat pemalsuan data dan informasi. "Data yang dicantumkan dalam amdal tidak sesuai dengan kondisi rill lapangan," ujarnya.
Deputi Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Antung Deddy Radiansyah menuturkan amdal tersebut tidak menyebut keberadaan air dalam goa-goa di lokasi penambangan. "Amdal pabrik semen di Rembang tidak lengkap karena tidak menggambarkan data lapangan secara utuh,” katanya.
Joko menambahkan, dalam kurun waktu 2014-2016, tiga kali banjir bandang terjadi di permukiman warga di Kecamatan Gunem. Dia pun menegaskan, tidak ada pilihan lain selain menghentikan pembangunan pabrik semen. "Agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga, sehingga bencana alam terhindarkan. Menghilangkan ekosistem berarti mematikan makhluk hidup."
ANGELINA ANJAR SAWITRI