TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti ASEAN Study Centre Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menyebutkan komunitas perempuan memiliki peran penting menjaga lingkungan dari kerusakan yang disebabkan oleh perusahaan tambang.
ASEAN Study Center melakukan riset terhadap gerakan perempuan di Kabupaten Rembang Jawa Tengah, lalu di Kecamatan Molo dan Kabupaten Manggarai Flores, Nusa Tenggara Timur.
Riset yang dimulai tahun 2015 -2016 menyoroti tiga hal tentang bagaimana perempuan menggali pengetahuan lokal yang berhubungan dengan bagaimana menjaga lingkungan.
Temuan riset, perempuan mengorganisasi gerakan-gerakan di kampung. Mereka melakukan dialog dan memanfaatkan media. "Perempuan Kendeng misalnya, punya kesadaran melakukan gerakan melawan perusahaan tambang," kata peneliti ASEAN Study Center, Dati Fatimah di UGM, Kamis, 11 Agustus 2016.
Di Flores, komunitas perempuan di gereja-gereja Katolik yang mengorganisasi kampung. Di Kabupaten Rembang, perempuan menggalang iuran untuk gerakan melawan perusahaan tambang. Mereka juga berbagi peran dengan laki-laki untuk tugas domestik ketika dalam proses melawan perusahan tambang.
ASEAN Study Centre juga mengundang sejumlah komunitas perempuan yang berhasil mengatasi persoalan lingkungan. Di antaranya Pesantren Ath-thaariq berbasis ekologi yang didirikan oleh perempuan bernama Nisa Wargadipura.
Nisa menggerakkan perempuan untuk peduli pada lingkungan di sekitar tempat mereka tinggal. Ia resah terhadap ketahanan pangan yang terjadi di daerahnya.
Selain menerapkan kurikulum pendalaman agama Islam, pesantren Ath-thaariq punya gagasan peduli bumi, peduli sesama, dan masa depan. Ia pernah menjadi ketua Serikat Petani Pasundan (SPP) yang mengadvokasi persoalan lingkungan dan konflik agraria di Garut, Jawa Barat.
Menurut dia, di Garut ada masalah ketersediaan pangan, rendahnya hasil panen, tergantung pada pestisida yang merusak tanah. Sistem pertanian yang dipakai petani adalah sistem bertani monokultur. Misalnya juga ada yang menanam kentang, semua ikut menaman kentang. Ini juga berimbas pada harga jual panen yang menurun.
Nisa kemudian mengajak santri untuk memperbaiki ekosistem. Misalnya membuat semak belukar untuk mendatangkan ular. Tujuannya mengatasi tikus yang merusak hasil panen.
Selain itu, Nisa juga mengajak santri banyak menanam kacang-kacangan yang lebih ramah lingkungan karena untuk menanam kacang-kacangan perlu sedikit air ketimbang menanam kentang dan kubis. "Menjaga ekosistem menjadi solusi penting menyelamatkan kerusakan lingkungan," katanya.
Aktivis perempuan dan lingkungan, Dewi Candraningrum, mengatakan semangat solidaritas orang-orang yang punya kepedulian terhadap kerusakan lingkungan karena tambang sangat penting.
Dia mencontohkan bagaimana banyak kalangan yang bersolidaritas terhadap gerakan perempuan Rembang menolak pabrik tambang PT Semen Indonesia.
"Orang datang tidak menganggap perempuan Rembang sebagai korban. Mereka menyatu dalam proses advokasi dan punya keberpihakan," kata Dewi.
SHINTA MAHARANI