TEMPO.CO, Baghdad - Amerika Serikat memperkirakan milisi Negara Islam Irak Suriah (ISIS) akan menggunakan senjata kimia untuk menangkis serangan di Mosul, Irak. Namun kemampuan teknis pengembangan senjata kimia mereka masih sangat terbatas.
Militer Amerika mulai mengumpulkan serpihan peluru untuk dites setelah ISIS diduga menggunakan gas mustard sebelum operasi militer pembebasan Kota Mosul dilancarkan, Senin lalu, 17 Oktober 2016.
Dalam insiden sebelumnya, militer Amerika memastikan jejak gas sulfur mustard pada serpihan peluru ISIS yang ditemukan pada 5 Oktober lalu. ISIS membidik tentara lokal dan bukan Amerika atau pasukan koalisi.
"Mengingat perilaku bejat ISIS yang kerap mengabaikan norma-norma internasional, dugaan ini tidak mengherankan," kata pejabat militer Amerika yang dirahasiakan namanya, seperti yang dilansir Reuters.
Pejabat Amerika lainnya mengaku tidak percaya ISIS berhasil mengembangkan senjata kimia yang mematikan.
"Senjata konvensional masih menjadi ancaman paling berbahaya bagi tentara Irak dan pejuang Kurdi yang kian mendekat ke Mosul," katanya sembari menambahkan bahwa gas mustard dapat menyebabkan efek melepuh jika terkena pada kulit dan paru-paru.
Sekitar 5.000 pasukan Amerika berada di Irak. Lebih dari 100 dari mereka tergabung dengan pasukan Peshmerga Irak dan Kurdi yang terlibat dalam serangan Mosul. Mereka bertugas sebagai penasihat militer dan membantu memastikan serangan udara koalisi tepat sasaran.
Sebelumnya, Amerika mengatakan pihaknya meyakini ISIS telah menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia untuk melindungi diri dari gempuran tentara koalisi di Mosul. Sekitar 700 ribu warga sipil diyakini tinggal di Mosul.
Dalam perkembangan terbaru, koalisi yang didukung Amerika telah memukul mundur ISIS dari setidaknya 10 desa di sekitar Kota Mosul, sementara pasukan Irak kini hampir memasuki Kota Mosul.
REUTERS|FOX NEWS|YON DEMA