INFO PEPARNAS - Tak terkatakan betapa bahagianya Agus Salim, 51 tahun, saat anaknya yang tuna rungu, berhasil memenangkan pertandingan lari estafet 400 kali 4 meter, klasifikasi T54, pada Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV/2016 di lintasan Gelora Bandung Lautan Api, Bandung. Tangisnya pun pecah, doanya terkabul.
"Saya sedih, menangis, berdoa terus di dalam hati supaya anak saya diberi kekuatan," kata pria yang sehari-harinya bekerja sebagai penjaga penitipan sandal di Masjid Agung Cimahi ini.
Baca Juga:
Sang anaknya, Muhammad Febyanto, adalah pelari pertama dalam tim, sehingga posisinya amat menentukan kemenangan. Febyanto berhasil melesat meninggalkan tim Jawa Tengah dan Papua, serta meraih emas bersama rekan-rekannya: Wahyu Fetrianto, Bayu Mas Ari Sadewa, dan Supriadi.
Meski anaknya terlahir sebagai tuna rungu, namun tak sehari pun Agus melihat ada yang kurang dalam dirinya. Justru Agus melihat putranya mempunyai kelebihan yang tak dimiliki orang lain.
Agus teringat pembicaraannya dengan guru kelas dua SMP putranya. Kala itu, sang guru mengatakan, Febyanto berpotensi menjadi atlet. Pembicaraan itu lantas mendorong Agus untuk mengarahkan putranya menjadi atlet. Febyanto pun termotivasi. Banyak kejuaraan daerah yang diikutinya. Medali demi medali dikumpulkan.
Baca Juga:
"Di rumah banyak banget medali," kata Agus, bangga.
Febyanto pun sempat ikut Peparnas di Riau, tapi tak sampai meraih emas. Kali ini kekalahan itu terbayar. Kerja keras mempersiapkan diri selama satu tahun untuk Peparnas XV pun berbuah manis.
Demi mendukung Febyanto, Agus datang dari Cimahi bersama istri dan kerabatnya. Senyumnya terkembang saat melihat panitia mengalungkan medali emas ke leher putranya di atas podium. Melihat prestasi putranya, Agus tak pernah khawatir akan masa depan Febyanto. Talenta putranya akan jadi bekal dalam mengarungi hidup. Dia yakin masa depan Febyanto akan cerah.
"Saya serahkan kepada Allah, semuanya," katanya.
Tak semua atlet seberuntung Febyanto, yang mendapat dukungan orang tua sejak awal. Pelari Kalimantan Timur, Wincherson Wila, baru mendapat restu orang tua justru pada saat dirinya sudah menang di nomor lari 800 meter T/F 12. Pelari tuna netra itu terus ditentang sang ibu yang tak setuju putranya menggeluti dunia olahraga. Bahkan ibunya masih sempat meminta Wincherson mengundurkan diri dari keikutsertaannya dalam Peparnas XV. Tekad Wincherson sudah bulat. Dia harus berangkat.
Ditemani sang ibu yang masih mau mendampingi, meski hatinya tak setuju, serta adik kandungnya, Wincherson terbang ke Bandung dan berlaga. Ditonton sang ibu adalah motivasi terbesarnya. Dia harus membuktikan kepada ibunya, dia mampu.
Wincherson pun melesat di lintasan dan menyelesaikan lari pada menit ke 2:25,530, terpaut tipis dari pesaing terberatnya pelari Jawa Barat 5 detik.
Komentar sang ibu setelah kemenangan itu adalah segalanya bagi Wincherson. "Sudah, jadi atlet saja kamu," begitu tirunya. (*)