TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan tidak setuju dengan pelaksanaan pasar murah. Kebijakan tersebut dinilai tidak efektif memecahkan persoalan fluktuasi harga dan ketersediaan bahan pokok.
"Saya sebenarnya tidak setuju dengan diadakannya pasar murah, dengan adanya lapak di depan gedung pemerintahan yang menjual harga bahan pokok, lalu menjualnya dengan disparitas harga yang cukup rendah," kata Enggar dalam konferensi pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat, 9 Desember 2016.
Kementerian Perdagangan terakhir kali membuka pasar murah pada 15-28 Juni 2016 menjelang perayaan Idul Fitri. Sejumlah bahan-bahan pokok disediakan di pasar murah, seperti beras, gula, minyak goreng, daging, cabai, dan bawang. Harga bahan pokok yang dijual lebih murah 30-50 persen daripada harga pasaran. Kementerian memfasilitasi pasar murah yang tersebar di 202 titik di seluruh Indonesia.
Baca: Pemerintah Akan Identifikasi Profesi Kebutuhan Industri
Enggar menilai tindakan yang seharusnya dilakukan adalah bertemu dengan pelaku pasar. Ia mengaku terus melakukan pertemuan dengan sejumlah pengusaha bahan pokok. "Untuk beras, misalkan, saya sudah undang Perpadi (Pengusaha Beras Indonesia) dan pedagang Pasar Cipinang. Mereka jamin stok beras hingga Mei 2017 masih aman," ucap Enggar.
Enggar juga mengaku bertemu dengan para pengusaha gula untuk mengatasi persoalan komoditas gula. Menurut dia, tidak ada korelasinya antara penurunan harga gula dan imbalan untuk petani. "Namun para distributor gula sejauh ini sudah bersepakat tidak akan ada 'main-main'," ucapnya.
Terkait dengan ulah para spekulan, Enggar menyebutkan itu menjadi kewenangan aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan. "Kalau ulah spekulan menyebabkan harga komoditas menjadi tinggi, operasi pasar tentu akan dilakukan."
FAJAR PEBRIANTO | SETIAWAN ADIWIJAYA
Baca juga: Kasus Ahok Jadi Soal Ujian di Sekolah Muhammadiyah
Bermata Sipit, Sistem Paspor Online Selandia Baru Menolaknya
Kapolda Metro Jaya Tahu Pemberi Dana Percobaan Makar