TEMPO.CO, Beijing - Pihak berwenang Cina, hari ini, mengatakan sedikitnya lima orang meninggal dunia dalam sebuah serangan di salah satu cabang kantor Partai Komunis.
Pihak berwenang menggambarkan kekerasan yang terjadi pada Rabu itu sebagai serangan teroris. Dikatakan penyerang bersenjatakan pisau dan bom menyerbu kantor Partai Moyu County, Xinjiang Barat. Peristiwa itu menewaskan seorang pejabat dan seorang penjaga keamanan. Sementara polisi menembak mati tiga orang di tempat kejadian.
Seperti dilansir New York Times pada Kamis, 29 Desember 2016, tiga penyerang menabrak kendaraan masuk ke halaman gedung pemerintah di wilayah Xinjiang, meledakkan bom, dan membunuh dua orang menggunakan pisau sebelum mereka mati ditembak anggota keamanan.
Menurut pernyataan pemerintah Xinjiang, serangan itu terjadi beberapa menit sebelum pukul 17.00 waktu setempat di daerah Karakax, ketika sebuah kendaraan menabrak masuk ke halaman gedung Partai Komunis. Selain itu, satu bom diledakkan.
Kantor berita Xinhua melaporkan, Kementerian Keamanan Umum menyatakan tiga penyerang ditembak mati setelah mereka membunuh seorang penjaga keamanan dan seorang staf di gedung itu serta melukai tiga orang lainnya.
Pemerintah menuduh serangan pada Rabu, 28 Desember 2016, itu dilakukan pemberontak Islam Uighur yang menuntut wilayah kaya dengan sumber bumi tersebut menjadi wilayah mereka dan etnis minoritas Han.
Namun kelompok berhaluan kanan dan aktivis di pengasingan yakin tindakan Cina yang mengenakan sanksi terhadap praktek agama dan budaya Uighur menjadi penyebab serangan-serangan seperti itu.
Juru bicara Kongres Dunia Uighur di pengasingan, Dilxat Raxit, mengatakan ia tidak yakin dengan jumlah kematian serta pihak yang melakukan serangan seperti dalam laporan pemerintah.
Dalam beberapa tahun terakhir, kekerasan telah melonjak di Xinjiang, dan ratusan orang tewas dalam konflik antara pemerintah dan Uighur.
Di media sosial, banyak orang memuji penanganan pemerintah terhadap bentrokan itu, sedangkan yang lain mengatakan mereka khawatir tentang perpecahan etnis di Cina.
NEW YORK TIMES | YON DEMA