TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Parlemen Filipina Pantaleon Alvarez pada Selasa, 27 Desember 2016, mendesak penyelidikan atas dugaan rencana penggulingan Presiden Rodrigo Duterte oleh mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Filipina, Philip Goldberg.
Seperti dilansir Inquirer pada Selasa, 27 Desember 2016, Goldberg diduga meninggalkan "cetak biru" untuk menjatuhkan Duterte. Selain itu, ada "rekomendasi” kepada Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat terkait dengan penghapusan Presiden Filipina dari jabatannya saat ini.
"Jika benar, ada konsekuensi serius, tidak hanya terhadap stabilitas politik negara kita, tapi juga struktur ekonomi dan sosial bangsa kita. Hal ini juga akan memiliki dampak serius terhadap hubungan kita dengan Amerika Serikat," kata Alvarez dalam sebuah pernyataan.
Lebih lanjut, Alvarez mengatakan, perlu adanya penyelidikan terhadap dugaan terkait.
"Mengingat tuduhan serius ini, saya menyerukan sebuah penyelidikan kongres untuk memastikan apakah laporan tentang rencana penggulingan Presiden Rodrigo Duterte itu beralasan," katanya.
Dia juga menambahkan, rencana “penghapusan” Presiden Duterte merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan Filipina.
"Ini satu kutukan atas prinsip demokrasi pemerintah Amerika, terutama di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama, yang diserukan kepada dunia," ujar Alvarez.
Cetak biru itu dikatakan menyerukan pemerintah Amerika supaya mengambil tindakan gabungan sosio-ekonomi-politik-diplomatik terhadap Presiden Duterte agar membuat dia bertekuk lutut dan akhirnya kehilangan jabatannya.
Juru bicara Presiden Duterte, Ernesto Abella, mengatakan Kementerian Luar Negeri Amerika telah menolak tuduhan itu dan menyatakan tidak terlibat dalam rencana tersebut.
Meskipun pembunuhan dalam kampanye Presiden Duterte terhadap penyalahgunaan narkoba di Filipina semakin meningkat, dia tetap populer dengan mendapat pengakuan "brilian" dalam survei baru-baru ini.
INQUIRER | MANILA TIMES | YON DEMA