TEMPO.CO, Chennai - Aktivis mencatat sedikitnya 45,8 juta penduduk di seluruh dunia menjadi korban perbudakan modern tahun ini. Mereka 'diselundupkan' untuk menjadi buruh, dijual sebagai budak seks, terjebak dalam belenggu utang atau dilahirkan sebagai 'hamba'.
Menurut Indeks Perbudakan Global 2016 yang dirilis Walk Free Foundation (WFF), kebanyakan perbudakan modern itu dilaporkan dalam bentuk pembantu, buruh, pekerja tekstil, pengungsi, sementara anak-anak juga mempertaruhkan nyawa mereka dengan bekerja di tambang.
Seperti yang dilansir NDTV pada 27 Desember 2016, WFF menjelaskan bahwa korban perbudakan terpaksa bekerja karena ingin mencari nafkah atau mendapatkan penghasilan lebih, namun kebanyakan ditipu sehingga terlilit hutang dan diselundupkan ke tempat yang jauh dari rumah mereka.
Namun, penderitaan yang dialami semakin mendapat perhatian pemerintah dengan administrator negara memperkenalkan beberapa undang-undang melindungi nasib pekerja selain mendengarkan keluhan mereka.
Selain pemerintah, pengacara hak asasi manusia internasional, Amal Clooney turut tampil mewakili wanita etnis Yazidi di Irak yang dijadikan sebagai budak seks oleh kelompok militan ISIS.
Dia ingin memastikan kelompok militan itu menerima hukuman setimpal atas kejahatan yang dilakukan di Mahkamah Kejahatan Internasional.
Sementara itu, India yang menyaksikan setidaknya 18 juta penduduk hidup dalam bentuk perbudakan membuat undang-undang antiperdagangan manusia untuk memantapkan hukum yang ada terutama dalam melindungi korban.
Pemerintah Qatar juga telah menyusun sebuah undang-undang baru untuk menggantikan peraturan kontroversial sebelumnya yang disebut "kafala" atau sistem sponsor yang kelompok hak asasi mengatakan telah memaksa pekerja untuk hidup dalam kemelaratan dan kerja keras dalam kondisi berbahaya, kadang-kadang fatal,.
Bahkan, Inggris turut menyiapkan dana senilai jutaan pound sterling untuk menangani masalah perbudakan modern sebagai bagian dari upaya mengatasi kejahatan.
NDTV | REUTERS | YON DEMA