TEMPO.CO, Jakarta - Bagi sebagian orang, mendapatkan cinta itu bak sebuah kompetisi. Cinta itu harus dimenangi. Tidak hanya memenangi hati orang yang dicintai, tapi juga menang dari para pesaing cinta lainnya.
Bisa jadi ada rasa bangga setelah berhasil menjadi kekasih pilihan si dia. Namun, jika kemenangan diraih dengan cara merusak hubungan yang sudah resmi, entah itu pacaran atau pernikahan, masih bisakah Anda berbahagia dan berbangga hati?
“Kalau ada, misalnya wanita, yang merebut pasangan orang, ia bisa merasa insecure, bisa juga tidak,” ujar psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani. “Bergantung pada fakta apa yang ia yakini. Kalau ia meyakini bahwa si laki-laki yang tertarik kepadanya, ia bisa merasa baik-baik saja, tidak merasa merebut pasangan orang lain.”
Sebaliknya, jika ia merasa sejak awal memang mengincar atau bahkan berniat merebut laki-laki itu, sangat mungkin akan muncul perasaan insecure. “Bahkan merasa dapat karma bila suatu hari laki-laki ini direbut orang lain,” ucap psikolog yang akrab disapa Nina ini.
Namun, di luar masalah merebut atau direbut, ada satu fakta yang jelas dalam kasus ini dan tidak terbantahkan, yaitu fakta bahwa ada laki-laki yang tidak setia di sini. “Memang laki-lakinya saja yang kurang setia,” katanya.
Berita lainnya:
Resep Chicken Kung Pao dan Naripan Steamboat
Perias Melania Trump Ungkap Kesepakatan di Antara Mereka
Cara sederhana Meredakan Nyeri Puting saat Menyusui