TEMPO.CO, New York - Saham-saham di Wall Street diperdagangkan dalam kisaran sempit dan berakhir bervariasi pada Rabu, 22 Februari 2017 waktu New York (Kamis pagi WIB, 23 Februari 2017), karena para investor mencerna risalah dari pertemuan kebijakan terakhir Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed).
Indeks Dow Jones Industrial Average naik 32,6 poin atau 0,16 persen menjadi ditutup pada 20.775 poin. Sementara indeks S&P 500 kehilangan 2,56 poin atau 0,11 persen menjadi berakhir di 2.362 poin, dan indeks komposit Nasdaq merosot 5,32 poin atau 0,09 persen menjadi 5.860 poin.
Baca : Menguat Tipis, Performa Kurs Rupiah Terburuk di Asia
Para pedagang terus memantau risalah hasil pertemuan para pejabat The Fed untuk petunjuk lebih lanjut tentang kapan dan berapa kali bank sentral akan menaikkan suku bunga tahun ini. Dalam risalah tersebut diungkapkan para pejabat The Fed mengungkapkan keyakinan mereka dalam perekonomian dan mengharapkan kenaikan suku bunga berikutnya akan segera diputuskan. Para pejabat Fed juga menekankan ketidakpastian kebijakan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
"Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) mengharapkan menaikkan suku bunga segera, tetapi menunggu data sebelum memutuskan kapan tepatnya," kata Chris Low, kepala ekonom di FTN Financial.
Gubernur The Fed, Janet Yellen, pekan lalu mengatakan bahwa menunggu terlalu lama untuk menaikkan suku bunga bisa memaksa bank sentral untuk menaikkan suku bunga lebih cepat. Langkah itu akan beresiko mengganggu pasar keuangan dan mendorong ekonomi ke dalam resesi.
Baca : Analis: IHSG Berpeluang Menguat Meski Terbatas
FOMC dijadwalkan bertemu pada 15 Maret. Menurut alat FedWatch CME Group, persentase ekspektasi pasar untuk kenaikan suku bunga pada Maret mencapai 17,7 persen.
Saham-saham AS memperpanjang kenaikannya pada Selasa, 21 Februari 2017 lalu dan mencetak rekor tertinggi baru, karena investor terutama mempertimbangkan sejumlah laporan laba perusahaan.
Pasar ekuitas AS telah membukukan keuntungan tajam sejak Trump memenangkan pemilihan presiden November lalu, karena investor bertaruh bahwa ia akan mengejar pemotongan pajak perusahaan besar-besaran, melakukan deregulasi dan belanja infrastruktur.
ANTARA