TEMPO.CO, Jakarta - Dokter spesialis penyakit dalam dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Ari Fahrial Syam, menjelaskan, resistansi obat adalah suatu kondisi atau keadaan seseorang yang kebal terhadap antibiotik. Lalu, berbahayakah?
Menurut Ari, kondisi ini berbahaya karena seseorang kebal dengan antibiotik tertentu yang membuatnya sulit disembuhkan. "Mau diobatin jadi kebal kan, ini yang membuat seseorang tak kunjung sembuh penyakitnya padahal sudah minum obat," kata Ari yang menjadi Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Jaya, kepada Tempo, Sabtu, 18 Maret 2017.
Baca juga: Hati-hati Minum Obat, Jenis Makanan Ini Sebaiknya Dihindari
Ari menjelaskan, resistansi obat dapat dicegah dengan penggunaan yang sesuai ketentuan. "Misalnya harus dikonsumsi selama lima hari," ujarnya.
Selain itu, Ari melanjutkan, penggunaan antibiotik harus sesuai indikator dan tidak membeli antibiotik sendiri atau tanpa resep dokter. "Karena sakit radang tenggorokan misalnya, antibiotiknya juga yang sesuai dengan sakitnya," kata Ketua Umum PB Perhimpunan Gastrointestinal Indonesia (PEGI) ini.
Menurut Ari, biasanya dokter memberikan resep obat antibiotik untuk dihabiskan. Namun, ada juga yang dianjurkan untuk dikonsumsi selama tujuh hari. "Itu biasanya untuk mengetahui apakah setelah tujuh hari itu kuman, bakteri, atau virus penyakitnya masih ada. Kalau iya, berarti resistansi obat, biasanya diganti antibiotiknya," ujarnya.
AFRILIA SURYANIS
Baca juga:
Ini Rahasia Sehat, Meski Flu dan Pilek Mewabah
Jangan Abaikan Kekuatan Makanan Ini Saat Lutut Bermasalah