TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APPRSI) Junaidi Abdillah mengatakan program rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) belum sepenuhnya didukung pemerintah daerah. Padahal penyediaan rumah MBR adalah program pemerintah pusat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan penghasilan terbatas.
"Kami menyampaikan beberapa kendala penyediaan rumah MBR, di antaranya kurang didukung pemerintah daerah untuk perizinan dan mungkin juga infrastruktur," kata Junaidi setelah bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla, Senin, 20 Maret 2017, di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta.
Baca: Program Sejuta Rumah Berlanjut, Ini Target ...
Junaidi mengapresiasi pemerintah pusat yang telah mengeluarkan paket kebijakan untuk mempercepat program penyediaan rumah MBR. Namun, praktek di lapangan, belum ada kemajuan program rumah MBR karena pengembang masih menghadapi banyak hambatan.
Keinginan pemerintah pusat agar perizinan dilakukan satu pintu belum terealisasi. "Masih terjadi banyak pintunya," kata Junaidi.
Begitu banyak perizinan menyebabkan ada daerah yang pengurusan izinnya lebih dari lima bulan. Lama pengurusan izin juga disebabkan oleh ketidakterbukaan pemerintah daerah. "Ada yang ditutup-tutupi pemerintah daerah sehingga masyarakat terkesan tidak mengerti apa-apa untuk mengurus perizinan."
Dia mencontohkan pengurusan site plan yang pasti salah padahal sudah dikerjakan oleh insinyur berpengalaman. "Berarti kan harus melalui orang di dalam birokrasi," kata Junaidi. Hal itu membuat pengembang harus mengeluarkan uang untuk mengurus site plan.
Simak: Pemerintah Siapkan Subsidi Uang Muka KPR Rp 2,2 Triliun
Pemerintah pusat sebenarnya telah meminta pemerintah daerah membuat peraturan daerah (perda) yang memudahkan perizinan pembangunan rumah MBR. Dalam rapat di kantor Wapres pada pertengahan Februari lalu, Kalla meminta Kementerian Dalam Negeri menginstruksikan pemerintah daerah segera menyusun perda.
Selama ini ada 44 perizinan di daerah yang mesti dikantongi pengembang untuk membangun perumahan MBR. Melalui paket kebijakan ekonomi ke-13 yang telah diluncurkan pada Agustus lalu, perizinan tersebut dipangkas sehingga hanya menjadi 11 izin. Untuk mengubah 44 perizinan menjadi 11 izin, diperlukan peraturan daerah.
Ternyata mayoritas pemda belum membuat peraturan daerah yang dibutuhkan. Hingga kini, hanya ada lima pemerintah kota yang perizinannya dianggap sudah bagus, yaitu Balikpapan, Tangerang Selatan, Surabaya, Temanggung, dan Makassar. Lima kota tersebut telah membuat proses pengurusan izin perumahan bagi MBR cukup dilakukan satu hari saja.
AMIRULLAH SUHADA