TEMPO.CO, Semarang - Bank Indonesia mengidentifikasi 783 dari total sekitar 1.200 kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) atau money changer tak memiliki izin penyelenggaraan. Sebagian besar kegiatan usaha tersebar di Pulau Jawa dan dimiliki oleh perorangan.
"Dari total itu, sudah ada 59 KUPVA yang menyampaikan animo untuk mengajukan izin, 44 lainnya sedang proses, dan sisanya belum terdaftar," kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Enny Panggabean dalam sosialisasi di Polda Jawa Tengah, Semarang, Rabu, 29 Maret 2017.
Baca: BI Segera Tertibkan Tempat Penukaran Valuta Asing
Data Bank Indonesia menyatakan individu yang menyelenggarakan penukaran valuta asing mencapai 92 persen. Padahal Bank Indonesia mensyaratkan kegiatan KUPVA BB harus berbadan hukum, yang seluruh sahamnya dimiliki warga negara Indonesia. Selain itu, KUPVA BB harus memiliki aset minimal Rp 250 juta untuk wilayah operasi kota besar, seperti DKI Jakarta, dan Rp 150 juta untuk kota kecil.
Baca: BI Wajibkan Rasio Hedging Utang Luar Negeri Korporasi
Sosialisasi penertiban money changer ilegal ini dilakukan sejak Oktober 2016. BI memberikan waktu bagi pengusaha money changer untuk mengajukan izin penyelenggaraan hingga 7 April 2017. "Tidak sulit untuk mengurus izin. Tinggal datang membawa bukti berbadan hukum, data modal, dan pernyataan tertulis," kata Enny.
Kepala Departemen Hukum Bank Indonesia Rosalia Suci mengatakan timnya siap memberikan sanksi administrasi kepada KUPVA BB yang tak mendaftarkan izin hingga tenggat waktu.
Sanksi ini juga akan diberikan kepada badan usaha lain yang melakukan praktek perdagangan valuta asing tanpa izin. "Kalau sudah sosialisasi, kami tegas melakukan penutupan atau segel. Kalau badan usaha lain lalu dia juga menyelenggarakan penukaran valas, kami berkoordinasi dengan pembuat izin badan usaha sebelumnya," kata Suci.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian mengatakan kegiatan usaha penukaran valas tak berizin rawan digunakan untuk transaksi pencucian uang, hasil perdagangan narkoba, dan pendanaan terorisme.
Kepolisian akan menjerat pengusaha money changer yang terbukti bekerja sama dalam transaksi tersebut. Sanksi dilakukan berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Transfer Dana, dan Undang-Undang Mata Uang.
"Dia bisa menjadi pelaku pasif yang terlibat atau membantu transaksi. Dan bagi penukar valuta asing di tempat tak berizin, patut diduga dia sedang melakukan pencucian uang," kata Agung.
PUTRI ADITYOWATI