TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, melarang ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) dijadikan tempat mojok atau pacaran dan kegiatan agama.
"RPTRA, misalnya, tidak bisa digunakan sebagai tempat mojok untuk cari jodoh. Enggak boleh ya, karena itu untuk anak dan perempuan," ujar Djarot di Balai Kota, Rabu, 7 Juni 2017.
Djarot juga melarang RPTRA digunakan sebagai tempat untuk kegiatan keagamaan. Menurut dia, RPTRA memiliki simbol dan fungsi bagi masyarakat dari kalangan mana pun. "Masyarakat bisa berkumpul apa pun agamanya, apa pun sukunya, apa pun latar belakangnya," ujarnya.
Baca: Djarot: Tim Sinkronisasi Bukan Birokrasi
Meski begitu, Djarot tidak melarang masyarakat menggelar resepsi atau syukuran. RPTRA boleh dipergunakan untuk kegiatan masyarakat yang bisa merangkul semua kalangan. Dengan begitu, masyarakat bisa saling kenal satu sama lain. RPTRA, kata Djarot, juga bisa digunakan sebagai tempat pelatihan masyarakat.
"Tapi kalau untuk pengajian dan sebagainya sebaiknya tidak di RPTRA. Untuk TPA, ya taman pendidikan Al-Quran, itu di masjid, ya. Kita kembalikan fungsi masing-masing," ujar Djarot.
Djarot menginginkan RPTRA dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Dengan begitu, pengelolaannya harus diatur dalam peraturan gubernur (pergub). Saat ini sudah ada dua pergub yang membahas pengelolaan RPTRA. Salah satunya Pergub Nomor 196 Tahun 2015.
Baca: Tak Hadiri Rapat dengan Tim Anies-Sandi, Djarot: Kami Berteman
"Karena itu, kami membuat pergub, apa cukup pergub? Tidak cukup. Kami sampaikan, misalnya contoh, untuk RPTRA, pergubnya kami ajukan menjadi perda (peraturan daerah). Kami akan bicarakan di DPRD," ujar Djarot.
LARISSA HUDA