TEMPO.CO, Jakarta - Lahan yang terletak persis di pinggir Sungai Ciliwung di kawasan Condet, Jakarta Timur, ini tampak lebih hijau dibanding area di sisi kiri-kanannya. Pemerintah sampai tak sampai hati menjalankan proyek turap beton di kawasan ini.
Terima kasih kepada Abdul Kodir, lahan seluas 7.000 meter persegi tersebut dipenuhi pohon salak, duku, mangga, dan aneka pohon buah lainnya. Berumpun-rumpun pohon bambu juga tumbuh segar. Panasnya matahari Jakarta tak begitu terasa di tempat ini.
Abdul Kodir, kini berusia hampir 50 tahun, bersama Komunitas Ciliwung-Condet sengaja membuat hutan mini itu agar ekosistem di sekitar Ciliwung tetap terjaga. Ia memanfaatkan tanah keluarga yang berada di bantaran sungai untuk menjaga Ciliwung tak tergerus masa.
Baca: Bagaimana Komunitas Condet menghijaukan Ciliwung?
Pada lahan yang terletak di Jalan Munggang, Condet Bale Kembang Nomor 6, RT 10 RW 04 Kramat Jati, Jakarta Timur ini, Kodir juga membangun markas komunitas. Sebuah pendapa kecil dan bangunan seperti rumah semi terbuka, lengkap dengan dapur dan kamar mandi, ia dirikan sebagai tempat berkumpul dan berdiskusi.
Kodir tak hapal kapan tepatnya kelompok itu terbentuk. Namun, seingat dia, acara kumpul-kumpul bermula tak lama setelah Jakarta didera banjir besar pada 1997. Berharap banjir tak terulang, Kodir dan kawan-kawannya mulai mendiskusikan pelestarian tanaman di pinggir kali. Dari obrolan itu, terbentuklah Wahana Komunitas Lingkungan Hidup.
Komunitas tersebut awalnya hanya fokus menjaga wilayah Condet sebagai konservasi daerah penghasil buah-buahan. Ini sesuai dengan Keputusan Gubernur Ali Sadikin pada 1975 dan surat Keputusan Gubernur pada 1989 yang menetapkan salak Condet dan burung elang bondol sebagai maskot DKI Jakarta.
Aktivitas mereka kemudian semakin luas. Kini, mereka tak hanya mengurusi salak, tapi juga memberikan informasi seputar ekosistem kali kepada masyarakat yang berkunjung ke markas komunitas. Mereka membuat Sekolah Alam Ciliwung, yang menjadi tempat belajar bagi anak-anak.
LINDA HAIRANI