TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mendukung upaya Kementerian Komunikasi dan Informatika mengurangi tensi radikalisme melalui pemblokiran media sosial. Aplikasi obrolan media sosial Telegram menjadi yang pertama diblokir pada 14 Juli lalu, lantaran terindikasi digunakan sebagai ranah komunikasi oleh kelompok radikal.
"Saya setuju, karena di medsos itu satu hari saja bisa menambah simpati (radikalisme) sampai 500 orang, kalau setahun, bagaimana?" ujarnya saat ditemui di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kemhan, Bogor, Rabu, 19 Juli 2017.
Baca: Presiden Jokowi: Islam Radikal Bukan Islamnya Indonesia
Dia tak setuju jika pemerintah disebut membatasi hak masyarakat untuk bersosialisasi melalui medsos. "Bukan kami tak demokrasi, tapi jangan berkembang kejahatan di situ, kan menakutkan. Kalau ISIS merajalela (melalui konten radikal medsos), mau?" kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu.
Menkominfo Rudiantara sebelumnya mempertimbangkan pemblokiran berbagai situs medsos seperti Facebook, Twitter, Instagram hingga Youtube, jika para penyedia platform-nya tidak menutup akun-akun yang berisi muatan radikalisme.
Baca: Jusuf Kalla Minta Menkominfo Kejar Radikalisme di Internet
"Permintaan kami pada platform untuk menutup akun-akun yang memiliki muatan radikalisme, sepanjang 2016 hingga 2017 baru 50 persen dipenuhi. Ini sangat mengecewakan," ujar Rudiantara di Universitas Padjadjaran, Bandung pada 14 Juli 2017.
YOHANES PASKALIS PAE DALE | ANTARA