TEMPO.CO, YOGYA - Yogyakarta dinilai kehabisan bangunan-bangunan yang menjadi landmark kota yang bisa dijadikan layar untuk pertunjukkan video mapping. Kondisi itu dirasakan dalam pertunjukkan Jogja Video Mapping Project (JVMP) dalam gelaran Festival Kesenian Yogyakarta ke-29 yang dilangsungkan di Panggung Krapyak Kandang Menjangan pada 28 Juli 2017 malam lalu.
“Sebenarnya Jogja sudah kehabisan landmark kota. Makanya bangunan yang dipilih untuk JVMP hampir sama dengan FKY sebelumnya,” kata Direktur Program FKY 2017 Ishari Sahida yang akrab disapa dengan Ari Wulu kepada Tempo di Panggung Krapyak Kandang Menjangan Yogyakarta, Jumat, 28 Juli 2017 malam.
BACA: Festival Kesenian Yogyakarta 2017 Melibatkan Kurator Muda
Pertunjukkan JVMP sendiri telah diikutsertakan dalam gelaran FKY sejak 2013. Beberapa bangunan landmark Yogyakarta yang telah dijadikan latar JVMP antara lain tembok sisi utara Taman Sari di alun-alun selatan, Gedung DPRD DIY di Malioboro, Gedung Taman Budaya Yogyakarta, Gedung Jogja National Museum (JNM), juga Panggung Krapyak. “Tidak semua bangunan bisa dijadikan tempat presentasi JVMP. Ada syaratnya,” kata Ari Wulu.
Syarat-syarat yang dimaksud seperti bangunan yang mempunyai nilai historis. Panggung Krapyak sendiri merupakan bangunan untuk mengintai binatang-binatang yang akan diburu raja-raja Mataram. Dahulu kawasan tersebut merupakan hutan belantara. Bangunan tersebut dibangun pada masa Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono I pada 1760.
BACA: Ketika Gamelan Ditampilkan Berbeda di Yogyakarta, Lebih Ngepop
“Ajang ini sekaligus menjadi pengingat masyarakat, Jogja memiliki bangunan unik dengan sejarah khusus,” kata Ari Wulu.
Syarat lainnya bangunan tersebut memenuhi unsur artistik dan mempunyai penampang dinding yang luas. Seperti bangunan Panggung Krapyak yang berbentuk kotak dengan ukuran 16,6 meter x 15 meter dengan ketinggian 10 meter.
Mengingat video mapping merupakan teknik pencahayaan dan proyeksi yang menciptakan ilusi optis pada obyek. Lewat cahaya yang ditembakkan ke arah obyek akan memunculkan visual-visual gambar yang beragam. Visual tersebut tidak hanya bisa dibuat dalam aneka warna dan bentuk, melainkan bisa berganti dengan bentuk visual gambar lainnya dalam satu waktu secara bergerak.
Penampakan visual gambar itu juga memanfaatkan dan menyesuaikan berbagai atribut pada bangunan dan sekitarnya. Seperti pintu dan jendela yang berbentuk melengkung pada sisi atasnya yang dimiliki Panggung Krapyak. Juga pohon asem jawa yang sudah tua yang masih kokoh berdiri di samping bangunan.
“Dan itu menjadi lintas disiplin sehingga dibuat oleh tim,” lanjut Ari. Tak hanya videografer yang terlibat dalam video mapping, melainkan juga teater dalam hal penggarapan naskah, sastra, senirupa, dan musik.
Koordinator Program JVMP Donny Raphael menambahkan sejumlah nama berkolaborasi dalam pertunjukan JVMP, seperti Anung, Moyo, Balance, Fanikini, Kevin Rajabuan, Sarinade, LepasKendali Labs, Wirosatan, Heruwa, Modar, juga Rubah Hitam.
Seperti kolaborasi Danang Pembayun, Yennu Ariendra dan Donny Raphael yang menampilkan visual api pada dinding Panggung Krapyak. Efek pencahayaan dan proyeksi yang muncul seolah bangunan bersejarah itu terbakar. Sedangkan Fanikini membuat visual sejumlah sapi yang tengah makan jamur di pada rumput yang tergambar pada dinding Panggung Krapyak. Publik yang menonton pun duduk lesehan mengitari bangunan panggung.
Selain itu, JVMP juga akan menampilkan lukisan-lukisan hasil karya lomba gambar anak. Lomba tersebut juga digelar dalam FKY 2017 ini yang berlangsung hingga 30 Juli 2017. Visualisasi lukisan karya anak-anak itu akan ditampilkan saat gelaran JVMP kedua di Gedung Jogja National Museum (JNM) pada 2 Agustus 2017 mendatang.
"Biar anak-anak tahu ada media lain untuk berkarya. Mereka juga tambah semangat melukis,” kata Donny. PITO AGUSTIN RUDIANA