TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengkaji pembangunan lahan produksi garam tahan segala cuaca. Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi akan mengembangkan proyek percontohan di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Jika berhasil, pengembangan berlanjut ke Madura, Jawa Timur, juga sentra penghasil garam lain. "Tadi saya lapor ke Wakil Presiden, besok akan ada rapat dengan ahli garam. Ternyata cost-nya rendah, tanpa lihat cuaca, sehingga produksi terangkat dan tak perlu impor lagi," kata Luhut di gedung BPPT, seperti dikutip dari Koran Tempo edisi Jumat, 4 Agustus 2017.
Baca: Impor Garam Dianggap Rawan Ditunggangi Dagang Politik
Kepala BPPT Unggul Priyanto mengatakan pembangunan lahan terintegrasi memudahkan petani garam mendapatkan hasil panen berkadar tinggi dalam waktu 4-5 hari. Petani hanya perlu membangun reservoir air laut bertingkat dan mengubah metode panen. Pendirian industri garam multi-produk juga akan bermanfaat lebih bagi industri makanan, minuman, dan suplemen. "Sebagai contoh, BPPT berhasil membuat pabrik garam farmasi pertama di Indonesia," kata Unggul.
Kementerian Perdagangan telah menerbitkan izin impor garam sebanyak 75 ribu ton kepada PT Garam (Persero). Izin tersebut diperlukan untuk mempersilakan kapal suplai garam konsumsi dari Australia Selatan bersandar pada Kamis pekan depan. "Izin sudah keluar pada 2 Agustus," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan saat dihubungi.
Kementerian Perdagangan hanya menerbitkan rekomendasi dan izin impor kepada PT Garam (Persero). Jumlah kebutuhannya ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sebelumnya, Oke mengatakan, pasokan garam impor akan ditujukan untuk konsumen rumah tangga. Jika terdapat sisa berlebih, akan disalurkan kepada industri kecil dan menengah.
Direktur Keuangan PT Garam Anang Abdul Qoyyum mengatakan penerbitan izin persetujuan impor mundur dari perkiraan. "Seharusnya pada Senin, 31 Juli, sudah keluar," kata Anang di kantornya, Rabu lalu.
Anang menegaskan, jenis garam impor yang didatangkan berkode HS 92, yaitu garam untuk bahan baku konsumsi, bukan industri. Bea masuk yang dikenakan sebesar 10 persen. "Penerapannya sudah disepakati bersama antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan, Bea dan Cukai, dan Satgas Pangan Bareskrim Polri," ujarnya.
PT Garam memproyeksikan kebutuhan impor pada tahun ini mencapai 226.124 ton. Pada semester pertama, perseroan telah mendatangkan 75 ribu ton. Impor kali ini merupakan tahap kedua, setelah petani gagal panen garam karena curah hujan tinggi. Kapal suplai akan masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Ciwandan Banteng, dan Pelabuhan Belawan Medan.
DESTRIANITA | ARTIKA RACHMI FARMITA | PUTRI A