TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat akan memberlakukan kebijakan khusus bagi warga relokasi yang menunggak pembayaran rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Total tunggakan pembayaran sewa di rusunawa milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencapai Rp 31,7 miliar.
Sebagian besar penunggak memang berasal dari warga yang direlokasi karena tempat tinggalnya terkena dampak penertiban. Dari 9.522 unit yang menunggak, terdapat 6.514 warga relokasi dan 3.008 warga umum.
Baca: Saefullah: Bayar Sewa Rusunawa Lebih Murah daripada Beli Rokok
Djarot menuturkan akan memberikan kebijakan khusus untuk mereka yang terdampak relokasi agar tidak perlu ada pengusiran paksa. Namun aturan berbeda diterapkan bagi warga umum yang tinggal di rusunawa.
"Makanya nanti kami data mana yang relokasi, mana yang tidak. Jadi warga relokasi akan kami kasih beberapa kebijakan. Tapi bagi mereka yang umum, ya akan berlaku (aturannya)," ujar Djarot di Balai Kota Jakarta, Kamis, 10 Agustus 2017.
Djarot mempersilakan para penunggak meninggalkan unit rusunawa tersebut apabila tidak bersedia membayar tagihannya. Menurut dia, masih banyak warga DKI Jakarta yang berminat menempati rusunawa. Mereka pun menyatakan sanggup membayar tagihan setiap bulan.
Baca: Pemerintah DKI Undi 160 Keluarga Calon Penghuni Rusun
"Itu bayangkan yang antre ingin dapat rusun sudah mencapai hampir 11 ribu orang. Setiap hari saya terima mereka minta rusun dan mereka bersedia membayar iuran. Hidup di Jakarta emang harus kerja keras, tahan banting," ujar Djarot.
Hal tersebut, kata Djarot, sesuai dengan Instruksi Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Nomor 3354 Tahun 2017 tentang pelaksanaan penertiban warga rusunawa penunggak. Setelah diberikan surat peringatan kedua, penghuni diminta menyerahkan huniannya secara sukarela kepada pengelola. Bila tidak digubris, akan dilakukan pengosongan secara paksa.
LARISSA HUDA