TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 57 dari siswa "titipan" SMA Negeri 10, Kota Bekasi, Jawa Barat, yang ditampung di sekolah terbuka, mendapatkan fasilitas layaknya sekolah reguler. "Ada kesepakatan antara orang tua dan pihak sekolah," ujar Kepala Dinas Pendidikan, Kota Bekasi, Ali Fauzie, Senin, 14 Agustus 2017.
Menurut ketentuan, kata Ali, kegiatan belajar mandiri di sekolah terbuka ialah 80 persen dan 20 persen belajar tatap muka dengan guru dari SMA Negeri 10. Namun para wali murid ingin anak-anak mereka belajar tatap muka 100 persen.
Baca:
57 Siswa Titipan di SMA 10 Bekasi Masuk ke Sekolah...
72 Siswa SMA 10 Bekasi Telantar, Masuk Sekolah tapi ...
"Konsekuensinya harus membayar seperti reguler," ujar Ali. Di SMA Negeri 10 siswa harus membayar Rp 200 ribu per bulan. Wali murid pun, kata Ali, tidak keberatan.
Namun, bedanya, siswa sekolah terbuka tidak belajar di gedung SMA Negeri 10, tapi di SMK Yaperti, yang letaknya tak jauh dari SMA Negeri 10. "Yayasan bersedia meminjamkan gedungnya."
Baca juga:
Depok Uji Coba Satu Arah di Jalan Arif Rahman Hakim Senin Sore
Patung Banteng Wulung di Gedung BEI Jadi Ikon Baru ...
Ke-57 siswa itu merupakan bagian dari 72 pelajar yang terkatung-katung setelah mendaftar ke SMA Negeri 10 melalui jalur zonasi yang difasilitasi Pemerintah Kota Bekasi. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat tidak mengakomodasi keinginan para wali murid untuk masuk ke SMAN 10 lantaran terbentur peraturan. Akibatnya, puluhan pelajar itu tidak mendapatkan layanan belajar-mengajar selama sekitar satu bulan.
Kini mereka bisa belajar dengan sistem tatap muka 100 persen di SMK Yaperti. "Sekarang masalah selesai," kata Ali.
Simak: Warga Jakarta Antusias Jajal Bus Transjakarta Koridor 13
Sebanyak 15 anak lainnya menolak bersekolah di sekolah terbuka meski “rasa” reguler. “Mungkin mereka bersekolah di sekolah swasta,” tutur Ali.
ADI WARSONO