TEMPO.CO, Yogyakarta - Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo menuturkan masih ada sembilan warga yang menolak pembangunan bandara Kulon Progo, Yogyakarta. Padahal, pengerjaan pembangunan bandara tersebut mulai dikerjakan pada Selasa, 22 Agustus 2017.
"Ada sembilan warga (menolak pindah). Mereka berasal dari Desa Palihan dan Glagah,” ujar Bupati Hasto saat ditemui Tempo Selasa 22 Agustus 2017.
Baca: Bandara Kulon Progo Beroperasi, Adi Sutjipto Jadi Bengkel Pesawat
Mereka belum bersedia lahannya yang masuk dalam area pembangunan bandara dibebaskan. Total lahannya sekitar 20 bidang, tiap bidang rata-rata 3000-4000 meter persegi atau kurang dari setengah hektar. Sementara itu, total lahan yang digunakan untuk pembangunan bandara di Kecamatan Temon Kulon Progo sendiri sekitar 2.600 bidang atau sekitar 567 hektar.
Hasto menuturkan, pihaknya masih melakukan pendekatan dan bertemu dengan para warga tersebut. Kebanyakan berasal dari kelompok Wahana Tri Tunggal (WTT), kelompok yang selama ini menentang pembangunan bandara tersebut.
Pekerjaan pembangunan sendiri sudah dimulai dengan memasukkan alat berat untuk membersihkan lahan atau land clearing sambil membangun pagar keliling. Pembersihan itu ditargetkan selesai satu bulan. Setelah itu rampung, berikutnya akan dilakukan pengurukan.
Hasto mengatakan ia sendiri juga sudah melakukan pendekatan intensif dengan para pimpinan kelompok WTT. Sebab, tiga pekan lalu Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIY yang masuk area untuk mengukur lahan, masih dihadang warga.
Meski masih ada warga yang menolak pindah, Hasto mengatakan pembangunan bandara akan terus dilanjutkan. “Alhamdulilah, kemarin BPN masuk mengukur tidak dihadang lagi,” ujarnya.
“Lokasi lahan warga yang menolak, terjepit-jepit. Jadi pengerjaan masih bisa jalan,” Hasto menambahkan.
Saat nanti pengerjaan pembangunan sampai di lahan warga yang menolak, Hasto melanjutkan, maka mau tidak mau penyelesaiannya akan lewat pengadilan. Sebab, tanah warga itu sudah masuk dalam Izin Pentuan Lokasi (IPL) versi Pemerintah DIY dan Pemerintah Pusat. “Kalau sudah masuk di IPL, kan peruntukkannya harus sesuai untuk negara,” ujarnya.
Baca juga: Presiden Jokowi: Bandara Kulon Progo Sudah Diramal Leluhur
Sebelumnya Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa bandara Kulon Progo ditargetkan beroperasi pada 2019. Presiden Jokowi mengatakan hal itu saat melakukan peletakan batu pertama di bandara itu pada Januari 2017.
Kepala Departemen Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta Yogi Zul Fadhli, dalam siaran persnya menyatakan tanpa proses analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan izin lingkungan, land clearing (pembersihan lahan) dan mobilisasi alat berat di lokasi pembangunan bandara Kulonprogo harus dihentikan.
“Perlu kami ingatkan bahwa hingga hari ini belum pernah ada dokumen amdal dan izin lingkungan yang final, sehingga aktivitas mobilisasi alat berat hingga land clearing di lokasi itu jelas tidak dapat dibenarkan,” ujar Yogi.
Yogi menuturkan sekalipun dokumen amdal dan ijin lingkungannya sudah ada, musti digarisbawahi keduanya tidak sohih secara hukum. Sebab secara substansial seharusnya sudah dapat dipastikan amdal tidak akan pernah bisa dinilai layak. Dari aspek pelingkupan saja, muatan tentang kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan bandara dengan peraturan perundang-undangan tentang rencana tata ruang wilayah jelas tidak terpenuhi (bertentangan).
PRIBADI WICAKSONO