TEMPO Interaktif, Jakarta:Presiden Megawati Soekarnoputri telah menandatangani Undang-Undang Mahkamah Konstitusi hari ini, bersamaan dengan proses resmi seleksi calon anggota hakim konstitusi. Hari ini juga sekretariat negara akan mengirimkan undang-undang itu untuk dicatatkan di lembar negara, tapi maaf saya tidak hafal nomornya, kata Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra usai bertemu Presiden di Istana Negara, Rabu siang (13/8).
Yusril menjelaskan, hakim konstitusi akan terdiri dari sembilan orang, yani tiga orang dari pemerintah, tiga orang utusan Mahkamah Agung, dan tiga orang utusan DPR. Untuk utusan pemerintah, menurut Yusril, Presiden masih menunggu masukan dari masyarakat hingga Kamis (14/8) pukul 12.00 WIB. Calon yang diusulkan oleh tim seleksi pemerintah kepada presiden tinggal enam orang setelah Hamid Awaluddin, anggota Komisi Pemilihan Umum, mengundurkan diri.
Rencananya, kata Yusril, proses seleksi tersebut akan selesai Kamis (14/8) malam dengan dikeluarkannya keputusan presiden tentang hakim konstitusi. Setelah itu, pada Jumat (15/8) siang atau paling lambat Sabtu (16/8), kesembilan hakim itu akan dilantik.
Mengenai calon dari tim seleksi pemerintah, menurut Yusril, sejauh ini belum final karena presiden mempunyai hak menentukan calonnya sendiri. Tapi biasanya presiden akan memanggil kami juga. Calon hakim usulan tim pemerintah itu, minus Hamid Awaluddin, adalah H.A.S Natabaya (Universitas Sriwijaya Palembang), Jimly Assidhiqie, H. Muktie Fajar (Universitas Brawijaya), R.M. Talib Puspokusumo (Konsul Jenderal RI di Texas, Amerika), Harun Kamil (Anggota MPR Utusan Golongan), dan I Dewa Gede Atmadja (Universitas Udayana).
Secara terpisah, anggota Komisi Pemilihan Umum Mulyana W. Kusuma mengatakan setelah Mahkamah Konstitusi ditetapkan, KPU akan menemui mereka untuk membahas soal sengketa hasil penetapan pemilu.
Menurut dia, Undang-Undang Mahkamah Konstitusi membuka peluang peserta pemilu untuk menginterupsi pelaksanaan pemilu sehingga bisa mengganggu proses selesainya pemilu 2004. Untuk itu KPU memang perlu konsultasi dengan Mahkamah Konstitusi, kata dia. (Deddy Sinaga/Andi Dewanto-Tempo News Room)