Iklan
TEMPO Interaktif, Bandung:PT Kereta Api Indonesia (KAI) diperkiran mengalami defisit anggaran sebesar Rp. 230,9 miliar pada tahun 2002. Defisit disebabkan sering terjadinya kecelakaan kereta api, tingginya tingkat inflasi dan biaya operasional yang terdiri dari biaya pegawai serta biaya pemeliharaan sarana dan prasarana yang 60 persen komponennya impor. Disamping dana awal pengalihan pegawai perusahaan diperkirakan mencapai Rp. 1 triliun. Kepada Tempo News Room, Kepala Humas PT KAI Gatot Wibowo mengatakan untuk menutupi defisit anggaran tersebut PT. KAI per 1 Februari 2002 terpaksa melakukan penyesuaian tarif kereta kelas komersial sebesar 30 persen. Dengan begitu diharapkan defisit anggaran akan tertutupi. Dan PT KAI hanya akan mendapat untung sekitar Rp. 48 juta saja. ”Selain harus dilakukan kenaikan tarif untuk kelas komersial, pemerintah juga diwajibkan memberikan subsidi BBM serta biaya pemeliharaan infrastruktur Rp. 161,91 miliar harus bisa masuk ke PT. KAI sesuai jadwal. Jika pemerintah tak memenuhi kewajiban membayar subsidi tersebut maka PT. KAI akan mengajukan kenaikan tarif kelas ekonomi,” kata dia. PT. KAI juga akan melakukan rasionalisasi sejumlah KA kelas ekonomi. Diantaranya KA Purbaya jurusan Purwokerto-Surabaya, KA Tirtonadi jurusan Solo-Jakarta, KA Gaya Baru Malam Utara jurusan Surabaya-Jakarta, KA Cisadane jurusan Bandung-Madiun, KA Tawang Mas jurusan Semarang-Jakarta, KA Galuh jurusan Banjar-Jakarta dan KA Rengganis jurusan Banyuwangi-Malang. Selain untuk menghindari sering terjadinya kecelakaan lalu lintas, Rasionalisasi KA juga dimaksudkan untuk efisiensi. Karena selama ini, kata dia, KA-KA tersebut minim penumpang. Dalam setiap satu rangkaian KA (8-10 Gerbong) yang diberangkatkan rata-rata penumpangnya hanya mencapai 250 orang, PT. KAI harus mensubsidi biaya operasional antara 40 persen hingga 70 persen atau setara dengan antara Rp. 5 juta hingga Rp. 8 juta per sekali pemberangkatan.(Rinny Srihartini-Tempo News Room)
Iklan
