Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, Muljohardjo mengaku sudah memeriksa Walikotamadya Jakarta Utara, Soebagyo, untuk mempertanggungjawabkan dugaan penyalahgunaan dana pembebasan tanah di bekas lokalisasi Kramat Tunggak Rp 26, 5 miliar. “Jawabannya nggak memuaskan,” kata Moeljohardjo kepada Tempo News Room pendek. Pembebasan lahan lokalisasi Kramat Tunggak, Jakarta Utara, seluas 10, 9 hektar, pada 2001 lalu, memang berbuntut panjang. Ditengarai, dana ganti rugi pembebasan tanah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2000 dan 2001 sebesar Rp 82, 3 miliar tidak dipergunakan semestinya. Kasus ini bermula dari laporan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, setelah memeriksa tim pelaksana pembebasan /pengosongan eks lokalisasi Pekerja Seks Komersial (PSK) Kramat Tunggak, Kelurahan Tugu, Kecamatan Koja, Jakarta Utara kepada Gubernur DKI Jakarta, 15 November 2001. Bawasda menemukan kejanggalan dalam penetapan status tanah sebagai pedoman pembayaran ganti rugi kepada masyarakat yang menguasai lahan tersebut. Lahan itu sebenarnya didaftarkan sebagai aset daerah dengan nomor register 01958, pada 19 Desember 1968 lalu. Dengan demikian, dalam proses penentuan nilai ganti rugi maka harga tanah tersebut seharusnya 40 persen dari nilai pajaknya (NJOP). Namun kenyataannya, pada 17 Nopember 2000, Walikotamadya Jakarta Utara dengan SK No.949/2000 menetapkan status lahan Kramat Tunggak sebagai Hak Milik Tanpa Sertifikat sehingga nilai ganti rugi yang harus disediakan Pemda DKI mencapai 90 persen dari nilai pajaknya. Dengan penetapan tersebut, Walikotamadya Jakarta Utara mengajukan anggaran sebesar Rp 47, 7 miliar yang disetujui Gubernur DKI Jakarta. Biaya diambil dari APBD 2000 dan 2001. Padahal, menurut ketentuan, jumlah dana yang harus disediakan Pemda DKI Jakarta untuk membebaskan tanah hanya Rp 21, 2 miliar. Sisa dana yang Rp 26, 5 miliar itulah yang dipersoalkan Bawasda dan kini tengah diperiksa Kejati DKI Jakarta. Tom Pasaribu, Ketua Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) yang melakukan investigasi atas kasus penyalahgunaan dana pembebasan lahan Kramat Tunggak ini, juga mengaku tidak bisa menemukan kuitansi pembayaran dana ganti rugi lahan kepada masyarakat. “Ini membuat kami curiga, dana itu sebenarnya tidak pernah sampai ke tangan masyarakat yang berhak,” katanya dalam konferensi pers seusai melaporkan hasil investigasi tersebut kepada Kejati DKI Jakarta, Senin (8/4) siang tadi. Selain kuitansi, menurut Tom, berita acara hasil musyawarah tim pembebasan lahan dengan warga untuk menentukan nilai nominal ganti rugi, juga tidak ditemukan. Asisten Intelejen (Asintel) Kejati DKI Jakarta, Suhandoyo mengaku masih mengumpulkan data mengenai kasus ini sebelum menentukan siapa yang akan ditetapkan sebagai tersangka. “Yang jelas, walikota sudah kami panggil dan keterangannya standar. Biasalah, kalau pemerintah dipanggil kan pasti mungkir,” katanya sambil tertawa. Saat ini, Kejati DKI, menurut Suhandoyo, masih memfokuskan pemeriksaan pada para mucikari di bekas lokalisasi tersebut untuk mengetahui apakah mereka sudah menerima sejumlah dana sebagai ganti rugi lahan, seperti yang dilaporkan Walikota Jakarta Utara. (Wahyu Dhyatmika-Tempo News Room)
Iklan
