Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dua raksasa perusahaan farmasi di dunia berkolaborasi untuk pertama kalinya mengembangkan vaksin baru untuk mengatasi COVID-19. Keduanya adalah GlaxoSmithKline (GSK) dan Sanofi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
CEO GSK Emma Walmsley mengatakan pandemi penyakit virus corona 2019 memerlukan cara baru dalam melakukan bisnis. Diakuinya dalam sebuah konferensi video kalau pandemi yang sedang terjadi memberi ancaman kepada kesehatan global yang tak terduga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kami bergabung dengan Sanofi dalam kolaborasi yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menghadapinya," kata Walmsley dikutip dari laman NPR, Selasa, 14 April 2020.
Menurutnya, kedua perusahaan menyatukan teknologinya dengan skala yang signifikan. Tujuannya, mengembangkan vaksin COVID-19 yang dilengkapi dengan senyawa yang meningkatkan respons kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu antigen atau vaksin (adjuvanted).
Dalam kemitraan itu, GSK akan menyediakan teknologi senyawa adjuvanted itu yang memungkinkan mengurangi jumlah protein per dosis vaksin, sehingga bisa lebih banyak produksi vaksin untuk lindungi lebih banyak orang. Sedang Sanofi menyediakan komponen protein spesifik dari virus corona yang akan membangkitkan respons antibodi yang sesuai.
GSK berharap kemitraan tersebut akan mengurangi waktu pengembangan vaksin secara signifikan. Karena, dalam keadaan normal, perlu satu tahun pengembangan untuk membawa vaksin baru ke pasar.
Walmsley menerangkan, uji coba rencananya akan dimulai dalam beberapa bulan ke depan. "Dan jika berhasil, dengan tunduk pada pertimbangan peraturan, kami bertujuan untuk menyelesaikan pengembangan yang diperlukan untuk membuat vaksin tersedia pada paruh kedua 2021," kata Walmsley.
Sanofi, dalam keterangan yang disampaikan di laman resmi perusahaan itu, menuturkan memberi kontribusi teknologi rekombinan DNA yang dikembangkannya. Mereka memproduksi antigen protein-S yang pasangan genetiknya tepat sama dengan protein yang ditemukan pada permukaan virus corona COVID-19.
"Dunia menghadapi krisis kesehatan global yang tak terduga yang jelas sekali tidak ada satu perusahaan (farmasi) yang bisa mengatasinya sendirian," kata Paul Hudson, Chief Executive Officer, Sanofi.
Sebelumnya, perusahaan farmasi dunia Johnson & Johnson (J&J) juga memberikan pembaruan tentang rencana pengambangan vaksin. ChiefScientificOfficer J&J, PaulStoffels, mengatakan perusahaan telah mengidentifikasi satu calon dan dua kandidat vaksin pengganti yang rencananya akan disiapkan untuk diproduksi.
"Tujuan kami adalah untuk dapat menghasilkan 1 miliar dosis vaksin secara global," kata Stoffels.
Dia dia berharap memiliki hasil data keamanan pada kandidat vaksin pertama pada akhir tahun ini. "Ini bisa memungkinkan ketersediaan vaksin di bawah otorisasi penggunaan darurat pada 2021."
NPR
KOREKSI:
Artikel ini telah diubah pada Kamis 16 April 2020 pukul 17.22 wib untuk melengkapinya dengan menambahkan keterangan dari Sanofi. Terima kasih.