Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Gerhana Cincin Api Terjadi di Amerika Selatan hingga Afrika

Gerhana cincin api paling terlihat di sepanjang jalur Cile, Argentina, Angola, Zambia, dan Republik Demokratik Kongo.

27 Februari 2017 | 20.11 WIB

Gerhana matahari parsial menghiasi langit Abidjan, Pantai Gading, 1 September 2016. Gerhana matahari parsial yang sebenarnya merupakan gerhana matahari cincin dapat terlihat di beberapa negara termasuk Indonesia. REUTERS
Perbesar
Gerhana matahari parsial menghiasi langit Abidjan, Pantai Gading, 1 September 2016. Gerhana matahari parsial yang sebenarnya merupakan gerhana matahari cincin dapat terlihat di beberapa negara termasuk Indonesia. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Para pengamat bintang bertepuk tangan saat bulan lewat di depan matahari dan terjadi kegelapan dalam fenomena gerhana "cincin api", pada Ahad lalu.
Para astronom dan penyuka astronomi di Argentina termasuk di antara yang menyaksikan apa yang disebut sebagai gerhana annular saat peristiwa alam itu melintasi Amerika Selatan sesaat setelah pukul 1200 GMT, dalam perjalanan ke Afrika.

Menggunakan teleskop khusus, kaca mata pelindung, atau perangkat lubang jarum kardus buatan sendiri, mereka menyaksikan matahari sesaat menghilang hampir seluruhnya ketika bulan melintas di jalurnya.

Gerhana itu paling terlihat di sepanjang jalur Cile, Argentina, Angola, Zambia dan Republik Demokratik Kongo.

Sekitar 300 pengamat bintang berkumpul di lokasi terpencil dekat kota Sarmiento, titik di bagian selatan Argentina di mana gerhana hanya meninggalkan cincin terang di langit gelap.

Beberapa penonton membunyikan "erkes", terompet panjang tradisional Amerika Selatan.

"Saya sudah menyaksikan enam gerhana annular dan masing-masing berbeda," kata Josep Masalles Roman, penggemar astronomi yang datang jauh-jauh dari Barcelona di Spanyol.

Tontonan itu kemudian berlanjut ke Angola selatan, di kota Benguela, kemudian Zambia dan Kongo sebelum matahari terbenam.

Di ibu kota Angola, Luanda, sedikit yang tampaknya menyadari kejadian luar biasa di langit, tapi mereka yang mengetahuinya sempat menyaksikan gerhana sekitar 15 menit dari 1630 GMT.

"Ini pertama kalinya saya menyaksikan fenomena ini -- Saya benar-benar senang," kata pengamat bintang Providencia Luzolo. "Hanya saja saya tidak bisa menyaksikannya dengan baik karena itu membuat mata saya sakit."

Gerhana matahari annular terjadi ketika Bumi, bulan dan matahari sejajar. Namun, bahkan ketika mereka sejajar sempurna, bulan terlalu jauh dari Bumi untuk sepenuhnya menutupi matahari, sehingga menciptakan kesan cincin berapi.

Terry Moseley dari Irish Astronomical Association memperingatkan penonton supaya tidak menyaksikan gerhana itu dengan mata telanjang.

Menurut Astronomical Society of Southern Africa (ASSA), gerhana seperti itu bisa lebih aman disaksikan menggunakan proyektor lubang jarum dasar, yang dibuat dengan membuat lubang kecil pada kertas menggunakan pensil, dan digunakan dengan memegangnya ke arah matahari dan memproyeksikan gambarnya pada lembar kedua.

Sela dedaunan di pohon juga punya efek yang sama di tanah menurut situs ASSA, yang menyebutnya sebagai cara aman paling keren untuk menyaksikan gerhana matahari.

"Karena sekitar 90 persen matahari tertutupi, kau akan merasakan dengan jelas penurunan suhu dan keterangan, dan perubahan dalam kualitas cahaya yang sulit digambarkan," kata Moseley kepada kantor berita AFP.

Di puncak gerhana, bulan tepat berada di tengah matahari, menyisakan cincin cahaya sempurna.

Butuh sekitar dua jam bagi bulan untuk bergerak melintasi wajah matahari, tapi puncak "cincin api" hanya berlangsung dalam satu menit.

Bermula di tenggara Samudra Pasifik saat matahari terbit, gerhana bergerak menuju bagian selatan Chile kemudian Argentina sebelum melintasi Atlantik Selatan.

Di laut, puncak gerhana berlangsung 44 detik dan "hanya kelihatan dari kapal yang kebetulan berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat," kata Moseley.

ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yocta Nurrahman

Yocta Nurrahman

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus