Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) pada tahun ini mengembangkan alat pengukur kadar antibodi dari seseorang yang telah menerima vaksin Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Untuk vaksinasi rencananya kami akan mendukung program vaksinasi melalui upaya atau menghasilkan kit untuk mengukur kadar antibodi baik sebelum maupun sesudah divaksin," kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro dalam Rapat Koordinasi Riset dan Inovasi Nasional 2021 di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu, 27 Januari 2021.
Menristek Bambang mengatakan penting untuk mengetahui apakah setelah diberikan vaksin, antibodi muncul, dan apakah setelah enam bulan atau satu tahun divaksin antibodi masih ada.
Jika didapati antibodi sudah tidak ada lagi setelah periode tertentu setelah diberi vaksin, maka itu berarti perlu melakukan vaksinasi ulang sehingga menjaga keberlanjutan terbentuknya antibodi melawan Covid-19.
"Kalau tidak ada (antibodi) tentunya harus ada revaksinasi atau booster yang dibutuhkan dan itu hanya bisa ketahuan istilahnya kalau kita mengembangkan test kit-nya itu dan itu yang sedang dikembangkan di lingkungan Kemristek/BRIN," ujarnya.
Pengembangan alat pengukur kadar antibodi penerima vaksin Covid-19 tersebut dilakukan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Alat pengukur kadar antibodi itu dinilai penting untuk mendukung program vaksinasi dan penanganan Covid-19.
ANTARA