Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ana Mariana, merupakan mahasiswa asal Garut, Jawa Barat yang berhasil meraih beasiswa S2 di Harvard Medical School. Ana yang merupakan alumni Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal A. Yani ini menempuh pendidikan magister program Global Health Delivery berkat Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI). BPI didanai oleh Dewan Penyantun Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan merupakan inisiasi dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi sejak 2021 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum mengambil jurusan Global Health Delivery pada 2021 lalu, Ana pernah bekerja sebagai Clinical Operations Manager di Docta, salah satu perusahaan pemula kesehatan di Indonesia. Saat bekerja di sana, ia menjalani pekerjaannya sebagai manajer operasi klinis dan menerapkan aplikasi “Kotak Dokter” (Doctor-In-A-Box). Aplikasi ini menghubungkan masyarakat yang tinggal di pedesaan dan daerah terpencil dengan bidan, perawat, dan dokter layanan kesehatan primer yang bekerja di puskesmas.
Dari pengalamannya itu, dia melihat adanya kesenjangan kesehatan di Indonesia terutama di daerah-daerah pelosok. Dia pun termotivasi menyelesaikan permasalahan itu dan mengambil jurusan Global Health Delivery di Harvard.
Baca juga:Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud Buka Lowongan Kerja, dari Penulis hingga Desainer Grafis
“Persoalan yang dirasakan oleh dokter-dokter di daerah itu berat. Fasilitas dan sistem di sana masih kurang. Saya berpikir harus ada yg memikirkan sistem ini bisa berjalan lebih baik untuk menghilangkan kesenjangan kesehatan ini.” ujarnya saat live Instagram bersama akun Beasiswa Pendidikan Indonesia @awardee_bpi pada Jumat 16 Desember 2022.
Tingginya dedikasi Ana sebagai seorang dokter juga lahir karena pengalaman duka neneknya yang meninggal lantaran kesulitan mendapat akses kesehatan. Nenek Ana meninggal dalam perjalanan dirujuk ke rumah sakit.
“Saya benar-benar terpukul. Nenek saya meninggal di perjalanan dan kesulitan mendapatkan akses kesehatan yang cukup baik di daerah,”ujarnya.
Pengalaman itu membuatnya tergerak untuk mengimplementasikan penggunaan telemedicine untuk menekan angka kematian pasien. Dengan telemedicine, kata dia, juga dapat membantu penduduk pedesaan mengatasi kesenjangan kesehatan.
Ana pun bersyukur dapat melanjutkan kuliah di Harvard University dengan beasiswa meski tidak memiliki privilese. “Ayah saya lulusan SMA, ibu saya lulusan SMP. Saya bersyukur sekali. Belum pernah ada satu pun dari keluarga saya masuk ke S2, apalagi bisa sampai ke luar negeri ke Harvard,” ujar Ana.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini