Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sidowayah merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Selain sektor pariwisata, Desa Sidowayah memiliki potensi unggulan di bidang pertanian. Mengacu Data Geografis Desa 2019, dari 224.418 Ha luas area wilayah, 174.31 Ha di antaranya berupa lahan persawahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kondisi tanah sawah Desa Sidowayah pun sangat subur karena didukung adanya potensi sumber air Umbul Kemanten. Dengannya para petani dimudahkan pada sisi irigasi dan tidak perlu khawatir mengalami kekeringan saat musim kemarau. Konsistensi masyarakat dalam menggeluti pekerjaan sebagai petani cukup tinggi, baik sebagai pemilik, penggarap, dan buruh tani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski demikian, nyatanya kondisi pertanian di Desa Sidowayah belakangan ini mengalami sejumlah masalah. Petani sekaligus Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Sidowayah, Jumanto mengungkapkan, pengelolaan pertanian di desanya dilakukan secara serampangan. Misalnya, mayoritas petani hanya berfokus pada tanaman padi dan pola produksi yang berorientasi hasil instan.
“Penerapan pertanian di Desa Sidowayah masih dilakukan dengan sistem konvensional sehingga mengabaikan risiko lingkungan. Pemakaian pupuk kimia demi hasil instan, hanya berfokus pada tanaman padi, belum lagi serangan berbagai hama hingga kini masih menjadi PR berat petani di sini,” kata Jumanto kepada Tempo.co.
Menyikapi hal itu, tim mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat Universitas Gadjah Mada (KKN - PPM UGM) Periode 2 Tahun 2022 tergerak untuk mengadakan program penguatan pengetahuan para petani bertajuk “Pengembangan Integrated Farming untuk Optimalisasi Potensi Pertanian dan Kemandirian Petani Berkelanjutan di Desa Sidowayah” pada Kamis, 21 Juli 2022.
Menurut ketua pelaksana KKN - PPM UGM, Haris Setyawan, program ini diinisiasi sebagai bentuk aksi nyata pengabdian mahasiswa dalam memfasilitasi para petani. Minimnya pemahaman para petani yang berbasis riset ilmiah, kata dia, diketahui menjadi akar masalah dari munculnya berbagai problematika pertanian di Desa Sidowayah.
“Mendengar berbagai keluhan para petani Desa Sidowayah, kami mencanangkan ide untuk mempertemukan mereka dengan para akademisi dan praktisi ahli di bidang pertanian. Tujuannya agar petani tidak terkurung dalam metode cocok tanam yang tidak berbasis pada riset ilmiah dan bisa berinovasi secara berkelanjutan,” terang Haris.
Demi suksesnya program tersebut, Haris bersama tim KKN-PPM UGM menggandeng kerja sama dengan PT Agrikencana Perkasa, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang inovasi bioteknologi modern, agribisnis, dan agroindustri. Sejumlah 15 perwakilan petani Desa Sidowayah diberangkatkan menuju lokasi perusahaan di Dlimas, Ceper, Klaten untuk melakukan kunjungan belajar.
Dibersamai langsung oleh Direktur Utama PT Agrikencana Perkasa, Ir. Andreas Gunapradangga, pada sesi pelatihan pertama para petani dibekali materi tentang prinsip dasar dalam pengembangan Integrated Farming System (IFS) atau sistem pertanian terpadu. Definisi IFS, terang Andreas, adalah sistem pengelolaan yang memadukan berbagai komponen pertanian, seperti tanah, tanaman, hewan dalam satu kesatuan utuh.
Berkaca dari sejumlah masalah yang diutarakan Jumanto, Andreas melihat bahwa konsep Integrated Farming ini belum diterapkan di Desa Sidowayah. Metode pertanian konvensional, seperti sistem tanam yang berfokus pada “padi, pari, dan pantun” dinilainya sebagai bentuk kekeliruan mendasar dalam cara bertani.
“Apalagi kebiasaan bertani itu diperparah dengan pemakaian pupuk kimia secara berlebihan demi hasil instan. Alih-alih menyuburkan, pupuk kimia justru mengganggu kesehatan tanah dalam jangka waktu tertentu sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas hasil produksi pertanian,” tegas Andreas.
Sederhananya, lanjut Andreas, penerapan konsep Integrated Farming dilakukan dengan basis bertani kultural. Maksudnya, pertani harus bisa mengembalikan fungsi alam sebagaimana mestinya tanpa dipengaruhi faktor luar, pupuk kimia misalnya. Petani perlu mengolah tanahnya sendiri, membuat pupuknya sendiri dengan bahan baku kompos, dan membuat bibitnya sendiri.
Andreas mencontohkan manakala keberadaan jerami–tangkai dan batang tanaman padi yang telah kering–untuk tidak dibuang ke tempat lain. Jerami-jerami tersebut sebaiknya dibiarkan membusuk di sawah yang secara alami memberikan nutrisi kepada tanah. “Jerami tidak boleh diambil, biarkan saja membusuk sebab akan menghemat pemberian pupuk kimia NPK,” paparnya.
Tidak hanya memberikan pelatihan secara teoritis, pada sesi kedua Andreas mengajak para petani untuk berkeliling ke kebun miliknya. Dalam hal ini, dirinya mengajarkan secara langsung bagaimana cara membuat pupuk kompos dari bahan-bahan hayati yang mudah didapat. Para petani juga diajak mengunjungi laboratorium milik PT Agrikencana Perkasa supaya mengetahui berbagai hasil riset ilmiah tentang efektifitas konsep penerapan konsep Integrated Farming.
Hartoyo, salah satu peserta pelatihan mengaku mendapat ilmu bertani baru yang belum pernah ia ketahui sebelumnya. Dirinya bertekad merubah mindset dalam cara bertaninya yang selama ini ternyata salah kaprah menuju konsep Integrated Farming. “Ilmu baru yang saya dapatkan dalam program KKN - PPM UGM ini bakal saya kembangkan lebih lanjut di kemudian hari,” ujarnya.
Berkat program fasilitasi mahasiswa KKN - PPM UGM ini, Hartoyo yang juga merupakan Direktur BUMDesa Sidowayah akan menjalin kerja sama mitra antara Pemerintah Desa, BUMDesa, dan sejumlah kelompok tani Desa Sidowayah dengan PT Agrikencana Perkasa. Dia berharap, para petani mendapat fasilitas dan pendampingan secara komprehensif terkait pengembangan Integrated Farming.
HARIS SETYAWAN
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.