Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

NASA Mencatat 22 Juli 2024 sebagai Hari Terpanas

Badan Penerbangan dan Antariksa AS, NASA, mencatat Juli sebagai bulan terpanas dan 22 Juli 2024 sebagai hari terpanas.

1 Agustus 2024 | 14.47 WIB

Logo Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA. (NASA)
Perbesar
Logo Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA. (NASA)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (National Aeronautics and Space Administration-NASA) mencatat 22 Juli 2024 sebagai hari paling panas. Kesimpulan ini merupakan hasil analisis dari Versi 2 (MERRA-2) dan sistem Goddard Earth Observing System Forward Processing (GEOS-FP), teknologi yang mengumpulkan pengamatan global dari perangkat di darat, laut, udara, dan satelit menggunakan model atmosfer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Administrator NASA Bill Nelson menggambarkan situasi cuaca global tersebut dengan urgensi tinggi. "Dalam tahun yang tercatat sebagai tahun terpanas hingga saat ini, dua minggu terakhir ini sangat brutal," katanya seperti dilansir Earth.com.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Data yang dikumpulkan memberikan gambaran yang jelas bahwa nilai suhu global harian dari tanggal 1 hingga 23 Juli 2024 dari GEOS-FP berada di posisi teratas. Program Observasi Bumi Copernicus milik Uni Eropa juga mengamati hasil yang serupa. Meskipun ada sedikit perbedaan antara kedua analisis tersebut, keduanya sepakat tentang tren yang mengkhawatirkan, yaitu suhu bumi yang meningkat.

Program Copernicus menggunakan satelit untuk memantau perubahan lingkungan. Program ini menyoroti urgensi masalah iklim. Program ini melacak gelombang panas yang lebih sering terjadi yang berdampak pada ekosistem dan kesehatan manusia.

Mekanisme utama yang mendorong kondisi ekstrem di bumi ini adalah akibat dari apa yang kita kenal sebagai efek rumah kaca. Ini adalah proses alami. Gas-gas tertentu di atmosfer bumi, seperti karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4), memerangkap panas dari matahari.

Aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan, secara signifikan meningkatkan konsentrasi gas-gas rumah kaca ini dan mengintensifkan efeknya sehingga mengarah pada apa yang kita sebut sebagai perubahan iklim tersebut. 

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa planet ini telah menghangat sekitar 1,2 derajat Celsius sejak era praindustri, yang itu membawa konsekuensi mendalam bagi pola cuaca, permukaan laut, dan ekosistem.

Seiring dengan terus terpecahnya rekor suhu global, sangat penting bagi kita untuk memperkuat praktik berkelanjutan dan tindakan kolektif untuk mengurangi krisis ini. “Melalui lebih dari dua lusin satelit pengamatan bumi dan lebih dari 60 tahun pendataan, NASA menyediakan analisis kritis tentang bagaimana planet kita berubah dan bagaimana masyarakat lokal dapat bersiap, beradaptasi, dan tetap aman,” ungkap Nelson.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus