Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Sejarah Islam, Filolog UIN Jakarta: Turki Utsmani Bukan Kekhalifahan Kenabian

Kata ahli filologi UIN Jakarta ini, tidak ada sistem pemerintahan yang sempurna. Bahkan khilafah disebutnya juga memiliki sisi gelap.

25 Agustus 2020 | 22.21 WIB

Spanduk Khilafah Islamiyah dengan logo Partai PKS di Depok. twitter.com
Perbesar
Spanduk Khilafah Islamiyah dengan logo Partai PKS di Depok. twitter.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sejarah kekhalifahan umat Islam yang memiliki sifat kenabian sampai pada masa Khulafaur Rasyidin dipimpin Umar bin Khattab. Itu artinya masa Turki Utsmani adalah khilafah dengan versinya sendiri. Filolog Universitas Islam Negeri atau UIN Jakarta, Profesor Oman Fathurahman, mengatakan itu dalam diskusi daring, Selasa 25 Agustus 2020. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Jadi apakah Turki Utsmani itu bisa dianggap merepresentasikan yang dianggap ideologi khilafah nubuwah yang diyakini saat itu? Ini jadi perdebatan panjang," kata dia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Oman menerangkan, khilafah yang benar nubuwah itu yang ada semasa Khulafaur Rasyidin. "Dari empat yang mempresentasikan hanya Abu Bakar dan Umar," kata ahli bahasa dlam sumber-sumber sejarah tersebut.

Dia mengatakan Abu Bakar dan Umar adalah pemimpin umat Islam atau Khulafaur Rasyidin sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Setelah dua khalifah pertama meninggal kepemimpinan dilanjutkan Usman bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib.

Usman dan Ali, kata dia, tidak terpilih melalui proses musyawarah yang baik sampai terjadi pertumpahan darah yang menjadi catatan buruk sejarah Islam dengan sistem kekhalifahannya.

Peperangan sesama Muslim berlanjut sampai pada Dinasti Umayyah dan Abbasiyah dan terus berlangsung pada masa sesudah itu hingga Turki Utsmani. Itu sebabnya, menurut Oman, tidak ada sistem pemerintahan yang sempurna. Termasuk khilafah yang disebutnya juga memiliki sisi gelap.

Nabi Muhammad sebelum meninggal, Oman menambahkan, juga tidak memberi petunjuk pasti mengenai sistem pemerintahan apa yang harus diterapkan untuk umat Islam. Lebih tepatnya, dia mengatakan, "Nabi itu tidak menentukan sistem pemerintahan, yang disampaikan itu nilai."

Dia melanjutkan, "Kalau itu sebagai sistem, itu bagian dari ijtihad sebagaimana Rasulullah berpesan agar umat Islam berpegang pada sunah." Adapun sunah yang dimaksud Nabi Muhammad, kata dia, adalah meniru teladan Rasulullah SAW, bukan sebuah pesan agar menerapkan sistem khilafah.

Untuk itu, Oman berpendapat sejatinya sistem pemerintahan adalah yang memiliki substansi Islam. Ini, katanya, sebagaimana yang diterapkan di Indonesia. Pada umumnya sistem hukum yang menentukan kebijakan negara mengenal pengadilan umum, pengadilan militer dan pengadilan tata usaha negara. Tetapi di Indonesia tidak hanya tiga sistem itu melainkan ditambah dengan sistem pengadilan agama.

Sistem yang Islami, kata dia, diterapkan di Indonesia sehingga sistem kekhalifahan sejatinya tidak mendesak untuk diterapkan jika memang ingin menerapkan ajaran agama secara sempurna. Di Indonesia dengan beragam latar belakang masyarakatnya sudah mengakomodasi kebebasan beragama termasuk bagi Muslim.

"Kekhalifahan itu agar ada dalam konteks substansi Islam. Saya yakini tidak ada untuk satu sistem pemerintahan atau khilafah sebagai sistem pemerintahan," kata Oman.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus