Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Untung-Rugi Migrasi TV Analog ke Digital Kata Dosen UGM

Kebijakan migrasi TV analog ke digital bisa menghilangkan hak masyarakat mendapat siaran TV hingga meningkatkan pendapatan nasional.

8 November 2022 | 12.33 WIB

Ilustrasi Televisi Digital di Program Analog Switch Off (ASO). (Antara/Pixabay)
Perbesar
Ilustrasi Televisi Digital di Program Analog Switch Off (ASO). (Antara/Pixabay)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sejak awal November lalu, kebijakan migrasi TV analog ke TV digital mengalami sejumlah masalah. Pemerintah memutuskan untuk mengalihkan siaran televisi analog ke ke digital atau analog switch off (ISO). Beberapa masalah terkait aturan itu yakni masyarakat mengaku belum mendapatkan sosialisasi hingga kesulitan mendapatkan Set Top Box (STB).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Rahayu yang merupakan pakar dan dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) berpendapat migrasi dari TV analog ke TV digital memang diperlukan. Pertama, kata dia, dengan jumlah spektrum frekuensi digital yang berlipat maka dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menyelenggarakan penyiaran, terutama penyiaran komunitas dan penyiaran publik yang selama ini cenderung terabaikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemanfaatan ini tentunya sangat bergantung pada kebijakan pemerintah yang mengatur alokasi frekuensi untuk jenis penyiaran tersebut. Kedua, dia mengatakan dalam konteks masyarakat majemuk dan demokrasi, migrasi ke digital memberikan ruang yang lebih luas bagi munculnya diversity of content, diversity of perspectives, dan diversity of ownership.

“TV-TV yang ada sudah terlanjur dikuasai oleh sejumlah konglomerat media tidak bisa diharapkan lagi. Perlu kehadiran TV-TV ‘baru’ yang dapat menyajikan konten yang lebih beragam, kreatif, dan mendidik," ujarnya dilansir dari laman resmi UGM pada Selasa, 8 November 2022.

Meskipun hal ini menurutnya sangat bergantung pada kebijakan pemerintahyang menjamin hadirnya pemain-pemain baru di pertelevisian Indonesia. Ketiga, kata dia, menyangkut jumlah spektrum frekuensi yang banyak memungkinkan dimanfaatkan untuk mengembangkan atau meningkatkan layanan komunikasi bencana.

“Seperti di Jepang, komunikasi terkait mitigasi bencana memanfaatkan penyiaran televisi untuk dapat menjangkau masyarakat luas," sebutnya.

Berpotensi Meningkatkan Pendapatan Nasional

Ketua Prodi Magister Ilmu Komunikasi Fisipol UGM ini menjelaskan untung rugi perpindahan siaran TV analog ke TV digital. Dengan jumlah spektrum frekuensi digital sangat banyak maka dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan penyiaran. Kondisi ini berbeda dengan frekuensi analog selama ini yang tidak mampu memenuhi permintaan pendirian TV baru.

Migrasi ke digital, kata dia, memunculkan usaha-usaha baru yang membuka lapangan kerja bagi masyarakat. Industri terkait ini antara lain pengelolaan multipleksing, produksi set-top-box, pesawat TV digital, content provider dan lain-lain. Kemudian kualitas siaran TV digital, dalam arti kualitas audio-visual jauh lebih bagus dibanding TV analog.

“Bagaimanapun migrasi ke TV digital menawarkan lebih banyak variasi konten dan layanan komunikasi lainnya di luar penyiaran. Bagi pemerintah, migrasi ke TV digital juga berpotensi meningkatkan pendapatan nasional," terangnya.

Masyarakat Bisa Kehilangan Hak Akses Siaran TV

Meski begitu, Rahayu mengatakan jika perencanaan migrasi tidak dilakukan dengan hati-hati, masyarakat akan kehilangan haknya untuk dapat mengakses siaran TV. Hal ini bias terjadi terutama jika infrastruktur TV digital belum siap dan pengelola TV analog belum mengadopsi teknologi digital, serta masyarakat belum mampu menyediadan perangkat yang dapat mengakses TV digital.

“Migrasi memberikan beban investasi yang besar bagi penyelenggara TV analog, terutama TV-TV lokal. Pengelolan TV lokal merasa terbebani karena sewa mux yang mahal, sementara pendapatan yang terbatas. TV lokal juga tidak sepenuhnya merasa aman karena mereka bergantung pada pengelolan mux untuk dapat bersiaran," tuturnya.   

Rahayu menilai saat ini edukasi yang diterima publik cenderung terkait dengan perihal teknis, misalnya penggunaan set-top-box untuk dapat mengakses TV digital. "Pengetahuan tentang TV digital dan apa itu migrasi ke digital masih belum merata," ujarnya.

Butuh Sosialisasi Intensif

Oleh karena itu, menurutnya, sosialisasi masih perlu dilakukan secara intensif. Pengetahuan ini penting agar masyarakat benar-benar siap menghadapi migrasi.  Masyarakat perlu tahu apa rencana pemerintah dalam memanfaatkan spektrum frekuensi yang ditinggalkan ketika TV analog berpindah ke TV digital.

“Migrasi berpotensi menghadirkan keragaman konten dan sebagainya. Namun, ketika mux sebagian besar dikuasai oleh TV-TV ‘Jakarta’ atau TV-TV yang menjadi jaringannya, masyarakat perlu tahu kemungkinan hal ini tidak akan bisa hadir," jelasnya. 

Secara teknis, menurutnya, masyarakat perlu memahami bagaimana memanfaatkan TV digital, terlebih ada banyak channel dan layanan komunikasi yang akan hadir. Dalam kaitan ini, pengetahuan menyangkut literasi media sangat penting untuk meningkatkan daya kritis masyarakat dalam berhadapan dengan konten media.  Untuk itu agar mendapatkan akses TV digital, tidak ada cara lain bagi masyarakat untuk membeli set-top-box atau pesawat TV yang dapat mengakses TV digital.

“Saya berharap masyarakat juga perlu aktif dan kritis dalam menyikapi konten TV digital agar tercipta kualitas penyiaran yang semakin baik," ucapnya.

Rahayu menilai pada dasarnya masyarakat siap dengan migrasi TV digital. Mereka terlihat bahkan membeli set-top-box secara mandiri dan tidak bergantung pada sumbangan. Sayangnya, ketersediaan set-top-box di pasaran tidak selalu ada, kalaupun ada Rahayu mengatakan tidak sesuai dengan standard set-top-box yang ditetapkan oleh Kominfo.

Pemerintah perlu memecahkan persoalan ini. Belum sepenuhnya masyarakat yang berhak mendapatkan set-top-box bisa mendapatkannya. Persoalan disktribusi set-top-box, kata dia, masih menjadi persoalan.

“Harapan kita pemerintah perlu memastikan distribusi set-top-box menjangkau masyarakat yang memerlukan. Pemerintah perlu membantu penyelenggara TV lokal dan TV komunitas untuk dapat migrasi ke TV digital," ujarnya.

Dia juga mengatakan bantuan atau subsidi perlu diberikan. Selain itu, kata dia, pemerintah juga perlu terus mengembangkan infrastruktur agar siaran TV digital dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus