Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Tepat pada hari ini di tanggal 24 Juli 1981, sastrawan Indonesia Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau dikenal dengan Buya Hamka meninggal dunia. Semasa hidupnya, ia telah menulis berbagai macam buku dan sastra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Beberapa di antaranya telah dijadikan film, seperti karyanya yang berjudul Tenggelamnya Kapal van der Wijck. Berikut adalah 5 karya buku yang dikenal paling top yang pernah dibuatnya:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tenggelamnya Kapal van der Wijck
Rekomendasi buku pertama dari Buya Hamka berjudul Tenggelamnya Kapal van der Wijck. Buku bergenre novel ini terbilang salah satu keluaran terlamanya, yakni pertama kali terbit sekitar tahun 1938.
Disebutkan dalam ensiklopedia.kemdikbud.go.id, novel ini merupakan cerita sambungan dari rubrik "Feuilleton" majalah Pedoman Masyarakat. Kemudian, cerita bersambung itu dikumpulkan oleh Syarkawi dan diterbitkan di Medan oleh Penerbit Centrale Courant pada tahun 1939.Saking diminatinya novel ini mengalami cetak ulang sampai puluhan kali oleh penerbit yang berbeda-beda.
Secara umum novel fiksi ini menceritakan tentang percintaan, adat, dan kekayaan. Lebih jelasnya mengisahkan mengisahkan pasangan yang cinta satu sama lain, namun kendalanya ialah dihalangi oleh adat Minangkabau yang terkenal kukuh mengatur jodoh seseorang.
Hal yang didapatkan setelah membaca novel fiksi ini adalah mengetengahkan masalah adat dan agama yang perlu dikaji kembali. Serta memperlihatkan bahawa perlunya menghadapai segala rintangan dan cobaan dengan tabah.
Merantau ke Deli
Novel Hamka yang terbilang popular berjudul Merantau ke Deli. Novel ini terbit pada tahun 1939 di Bandung oleh Penerbit Bulan Bintang. Sama seperti tema kebanyakan yang diangkat oleh Hamka, Merantai ke Deli mengandung unsur kebudayaan yang berasal dari Minangkabau.
Melansir ensiklopedia.kemdikbud.go.id, menceritakan tentang stigma buruk untuk lelaki yang berasal Minangkabau untuk menikahi seorang perempuan yang bukan berasal dari sukunya sendiri. Oleh karena itu, terdapat konflik yang menceritakan seputar perkawinan campuran.
Menurut perintis kritik sastra Indonesia, Zuber Usman dalam majalah Pustaka dan Budaya Tahun II No. 7 tahun 1960, mengatakan bahwa novel ini mampu memperlihatkan bagaimana adat dari kebudayaan di Tanah Deli berlangsung.
Kisah dari novel ini pun tercatat laku dan digemari pembacanya. Hal ini dibuktikan ketika di tahun 1960, Merantau ke Deli diterjemahkan ke dalam bahasa Malaysia dengan judul Merantau ka Deli. Di negara tetangga tersebut novel ini mengalami lima kali cetak ulang.
Di Bawah Lindungan Ka’bah
Di Bawah Lindungan Ka’bah merupakan novel Hamka yang dikenal sebagai sastra klasik Indonesia. Novel ini sendiri mulai terbit pada tahun 1938 dan diterbitkan oleh Balai Pustaka saat itu.
Dikutip dari encyclopedia.jakarta-tourism.go.id, menceritakan tentang kedua sahabat antara Hamid dari keluraga miskin dan Zainab seorang anak dari keluarga kaya. Mereka menjalin cinta, namun hubungannya tak berjalan mulus dan banyak sekali rintangannya.
Perbedaan latar belakang tersebut membuat Hamid memutuskan melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Hal ini ia lakukan karena beberapa alasan yang sampai membuatnya berserah diri di hadapan Ka’bah.
Terusir
Novel selanjutnya dari Buya Hamka dengan judul Terusir. Melansir seribupena.com, buku ini mulai terbit pada tahun 2016 yang diterbitkan oleh Gema Insani.
Sedangkan menurut jurnal yang terbit pada tahun 2017, menjelaskan bahwa terdapat banyak konflik yang ada dalam buku ini. Salah satunya ialah dari peran utamanya yang mendapatkan beberapa masalah percintaan dan keluarga.
Pelajaran yang dapat diambiil dari kisah novel ini mengajari bahwa terdapat alasan dari segala hal yang dilakukan. Selain itu, novel ini juga mengajarkan agar selalu bersikap adil kepada semua orang.
Si Sabariah
Novel terlaris dari Hamka berjudul Si Sabariah yang terbit pada tahun 1928. Fakta uniknya adalah buku ini merupakan novel yang paling pertama kali digarap oleh Hamka.
Dalam novel ini, Buya Hamka memasukkan dan menjelaskan berbagai gagasannya yang terjadi dalam adat Minangkabau. Misalnya dengan melihat perempuan di daerahnya yang mulai tergerus oleh materialisme dan kapitalisme. Tokoh dari cerita ini adalah Sabariah dan Pulai yang diceritakan hubungannya semakin banyak tantangannya.
FATHUR RACHMAN
Baca juga : Buya Hamka Selesaikan Tafsir Al-Azhar 30 Jilid Selama 2 Tahun Dipenjara Orde Lama
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.