Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Melihat wajah dan perawakannya, sangat jelas dia pria keturunan Arab. Tetapi ajaklah dia bicara, logal Jawanya sangat medok. Dialah Ismail Basbeth, sutradara muda yang baru-baru ini meluncurkan film komersialnya di bioskop, Mencari Hilal.
Ismail yang besar dalam tradisi Jawa, selama ini memang lebih banyak menggarap film eksperimental, tenggelam dalam film seni yang dianggap anti komersil. Beberapa filmnya lebih banyak muncul,ditonton di berbagai festival film internasional. Lihat saja deretan filmnya.
Shelter (2011) diputar di Festival Film Busan dan Festival Film Rotterdam. Ada juga Harry van Yogya (2010), Ritual (2011), Who the Fuck Is Ismail Basbeth (2012), Maling (2013), 400 Words, Another Trip To The Moon (2014). Film terakhir ini diputar di Festival Film International Rotterdam Februari 2015 lalu dan Festival Film Rusia akhir bulan ini.
Tak lama setelah Another Trip To The Moon diputar di Jakarta dan Yogyakarta, film komersialnya meluncur. Rupanya ini adalah proyek film komersial pertamanya. Munculnya Ismail di dunia bioskop komersil, khususnya di film Mencari Hilal ini memang tak lepas dari sosok sutradara Hanung Bramantyo. “Diajak Mas Hanung buat film ini dalam rangkaian program Islam Cinta, ada beberapa film tapi saya diminta untuk sutradarai film ini," ujar Ismail saat ditemui di rumahnya, di kawasan Haji Nawi, Jakarta Selatan, Senin 6 Juli 2015.
Meski kadung dikenal sebagai seorang sutradara film eksperimental di jalur indie, Ismail Basbeth tak anti untuk terlibat dalam pembuatan film layar lebar mainstream. “Saya sebagai sutradara mampu menunjukan pada diri sendiri kalau pengetahuan akan melindungimu dan kamu bisa bekerja dengan siapun.”
AISHA SHAIDRA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini