Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Interior, artinya pameran mebel

Diselenggarakan di balai sidang senayan, menampilkan karya-karya beberapa desainer. (sr)

25 Februari 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH lagu dolanan anak-anak Jawa berkisah tentang janda Desa Dadapan yang menitipkan anak-anaknya kepada orang yang lebih mampu. Orang-orang itu mau menerima, asal si janda tak keberatan "anakmu tidur beralaskan selembar tikar, berbantalkan kentongan, dan berselimutkan awan." Kurang lebih syarat itu untuk menunjukkan proses si anak untuk ngenger (mengabdi) - sebelum jadi "orang". Cerita itu boleh diingat kembali di Balai Sidang Senayan, Jakarta, kala dibuka Pameran Desain Interior Indonesia '84, pekan lalu. Pameran ini menunjukkan bahwa zaman ngenger sudah tak ada lagi - dan masuk zaman carpe diem: nikmati hidup hari ini. Perlengkapan rumah yang dipamerkan, dari kursi duduk untuk teras, meja makan, tempat tidur, sampai perlengkapan dapur, setidaknya bukan untuk janda Desa Dadapan. Ambil contoh yang paling tampak sederhana, karya Ariusmen dari Fima Furniture, Jakarta. Sebuah desain kamar tidur berbau Cina, komplet dengan cermin hias. Dilengkapi lukisan dinding burung-burung. Di antara 50 karya desain ruang-dalam dalam pameran ini, ini termasuk desain yang benar-benar menggarap ruang dan menyuguhkan mebel yang tepat. Misalnya, tempat tidur itu langsung memberi kesan tempat untuk tidur, meski bentuknya diolah hingga sedap dipandang. Dan itu dicapai hanya dengan membuat kaki tempat tidur menjadi menonjol: kaki-kaki itu diputar hingga sisi yang tajam yang di depan, bukannya permukaan yang rata, tapi tak ada kesan ini membahayakan. Harga perlengkapan dalam ruang berukuran sekitar 4,5 x 4,5 meter ini - tempat tidur, cermin, dan gambar burung - Rp 2,4 juta. Maka, dalam diskusi di Balai Sidang juga, yang diselenggarakan oleh Himpunan Desainer Interior Indonesia, banyak suara menuding desainer kita cuma bekerja untuk orang kaya. Masih lumayan bila ternyata karya interiornya artistik. Trisna Priawan Siregar, 31, misalnya. Desainer ini antara lain menampilkan rencana ruang makan. Satu set meja makan dengan enam kursi ditata menarik. Baik meja maupun kursi berhiaskan ornamen geometris. Warna pada karya Krisna rupanya penting: meja itu hitam seluruhnya, dan kursi berwarna kuning dengan jok hitam. Yang menjadikan ruang makan itu kemudian terasa segar yakni bambu-bambu dicat putih yang dirangkai sebagai pembentuk ruang. Meja dan kursi makan itu Rp 1,25 juta. Tapi ada ongkos tambahan: agar meja dan kursi terlihat bentuknya, diperlukan ruang makan cukup luas. Hitung saja, bila minimal meja itu membutuhkan ruang makan 6 x 4 meter berapa seharusnya luas rumah si empunya dan total berapa harganya - kecuali bila rumah Anda hanya terdiri dari ruang makan. Tapi Krisna, desainer berpendidikan seni rupa di Italia, punya alasan. "Desain itu saya bikin sengaja untuk pameran," katanya. Dan bila perancang interior Hotel Nusa Dua, Bali, ini memanfaatkan bambu untuk membentuk suasana, bukan karena ia mau "sok lokal". Desainer yang berterus terang karya-karyanya sedikit banyak berbau Italia ini mengakui, "kecenderungan orang Indonesia kini mencontoh desain Amerika dan Eropa, yang dilihat lewat majalah-majalah luar negeri." Kesan itu dalam pameran ini kuat terasa. Bukan salah desainer sepenuhnya, bila itu terjadi. "Selera saya dan pemesan 'kan harus jadi satu," kata Hari Soeharyo, desainer yang biasa mendesain ruang 4 x 4 meter dengan biaya Rp 8 juta. Desainer ini lama tinggal di New York. Kini ia sedang mendesain interior Hotel Garuda di Yogyakarta - dan mengaku lebih sebagai pengusaha daripada seniman. Mungkin karena itu Hari Soeharyo tampaknya bersikap realistis. Krisna sebaliknya. "Jika selera klien saya anggap merusakkan desain saya, saya tolak," katanya. Tak diketahui bagaimana Krisna bisa terus bekerja. Tapi seorang Amir, desainer dari Linda Garland Amir yang berpusat di Bali, tak hanya menolak selera pembeli. Dalam pameran ini ia malahan seperti mencipta interior benar-benar dengan semangat semau gue. Yang dibuatnya, seperangkat meja kursi dalam ukuran besar, jauh di luar normal. Ini tercipta karena Amir, orang Madura asli, membuat meja kursi - itu dengan bahan pohon kelapa dan bambu petung utuh. "Soalnya, kalau batang kelapa dan bambu itu saya potong kecil-kecil, lalu kesan materialnya bisa hilang," katanya kepada TEMPO. Di tengah selera yang mahal ini, ternyata muncul juga seorang desainer yang mencoba menawarkan cara mendesam ruang-dalam rumah tipe BTN. Mungkin sekali contoh desain rumah sempit ini terlewatkan, blla pengunjung tak benar-benar mau menyaksikan satu per satu karya. Soalnya, baru dalam jarak dekat, karya desainer ini menarik, menyuguhkan keakraban tempat tinggal. Dengan dmding yang berslh dari hiasan, dan perabot rumah dirancang dalam bentuk sederhana, kamar-kamar sempit rumah tipe BTN bisa juga nyaman, dan tak kalah artistiknya dengan rumah mahal. Salah satu cara memberikan citra keluasan ruang, yakni membikin jendela kaca tanpa teralis. Dan, di teras rumah pohon-pohon perdu menyuguhkan suasana damai. Tak jelas adakah desain ini laku. Soalnya, M.D. Kamal produsen mebel di Jakarta yang cukup ternama, pernah membuat desain serupa. Desain itu ditawarkannya kepada penghuni rumah susun Perumnas di Tanah Abang, Jakarta. Tak ada yang mau. Menurut Kamal yang berbicara dalam diskusi di Balai Sidang itu, ternyata perabot rumah-rumah susun itu jauh lebih gemerlap dibanding yang dia tawarkan. Anak-anak si janda dari Desa Dadapan dalam nyanyian itu di mana mereka?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus