Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Si unyil makin matang

Film si unyil yang muncul tiap hari minggu di tvri sudah mulai masuk bioskop dan penontonya cukup membludak. judul unyil mimpi jadi manusia, diperankan manusia sesungguhnya. (fl)

31 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANAK-ANAK dan orang tua berduyun-duyun pergi ke bioskop Paramount, Bandung. Di depan loket mereka membentuk antrean panjang. Harga Tanda Masuk (HTM) Rp 1.250 seorang habis terjual dalam tempo kurang dari satu jam. Pemandangan ramai seperti itu juga tampak di bioskop Plaza. Hari itu (18 Oktober), dua bioskop kelas A (utama) tersebut memutar Si Unyil, sebuah film serial boneka anak-anak yang muncul setiap hari Minggu siang di layar tv. Di kalangan anak-anak, film karya Pusat Produksi Film Negara (PPFN) tadi cukup populer. Tapi di luar dugaan, Si Unyil yang diputar di kedua bioskop tadi serial kisahnya pernah tampil di tv. Apa boleh buat. Dengan sabar, mereka tetap duduk menonton kisah Sesal Kemudian, Si Unyil Saki, Ke Rumah Nenek dan Panarlih (Panitia Pendaftaran Pemilih) yang dirangkaikan jadi satu, hingga memakan masa putar sekitar satu setengah jam. Dari dua kali pertunjukan, hari itu Paramount dan Plaza masing-masing menyedot 1.800 dan 1.300 penonton. PT Tri Daya Film, pengedar Si Unyil di Bandung, akan memutarnya lagi pada akhir Oktober ini. Kisah sukses tersebut bermula dari Surabaya. Ketika awal Oktober diputar di kota itu, sepuluh kisah (episode) film tersebut mendapat sambutan melimpah. Karenanya, "kami (kemudian) memberanikan diri memutar (Si) Unyil di Bandung," ujar Ny. Maman Ratman dari PT Tri Daya Film. Sejumlah pengusaha bioskop di Jawa Timur, menurut H. Rusli Yacoub, Kepala Bagian Produksi PPFN, juga meminta kesempatan memutar film tersebut. PPFN tidak mengenakan beban tinggi. "Pihak bioskop hanya dikenakan biaya (untuk membuat) copy-nya saja," ujarnya. Sampai kini sudah 10 kisah Si Unyil yang beredar di tangan pengusaha bioskop. Namun di luar dugaan PPFN, pengusaha bioskop kemudian merangkaikan kisah-kisah tadi menjadi satu bagian. Padahal, demikian Rusli, kisah Unyil itu dalam perjanjian hanya boleh diputar sebagai voor film (film pendamping) saja. "Jika kemudian pihak bioskop memutarnya sebagai film utama, kami tidak tahu," katanya. Cerita sukses tersebut akhirnya mendorong PPFN membuat kisah Si Unyil yang diperankan manusia sesungguhnya. Shooting sudah dimulai 18 Oktober, dengan judul Unyil Mimpi Jadi Manusia. Bambang Utoyo, 11 tahun, pengisi suara tokoh boneka Unyil di tv akan memerankan tokoh itu sendiri. Juga Drs. Suyadi, perancang boneka Unyil dan pengisi suara Pak Raden (Pak Kumis) akan memerankan tokoh sendiri itu pula. Film dengan masa putar satu setengah jam tadi direncanakan hanya untuk konsumsi bioskop--bukan buat tv. Akan menarikkah Unyil yang diperankan manusia? Belum jelas. Tapi jelas film boneka itu juga digemari orang tua. Semula memang serial boneka itu dikerjakan sebagai hiburan untuk anak-anak. Ke dalam kisahnya itu disisipkan pesan-pesan pemerintah. Jadi semacam pelajaran "Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila buat anak-anak," kara Drs. Gufron Dwipayana, Direktur PPFN. "Namun saya tidak ingin si Unyil kelihatan kasar membawakan pesan (propaganda) pemerintah." Tapi kisah Si Unyil dalam Raja Diraja (TVRI 11 dan 18 Oktober) dikritik seorang pembaca koran Kompas. Di situ, Si Unyil yang tersesat di suatu kerajaan dengan kemampuan luar biasa (ehm) menjelaskan tentang sistem pemerinuhan suatu negara (Indonesia) kepada sang raja. Dia juga menjelaskan tentang hakhak seorang warga negara dalam pemilihan umum. Pembaca tersebut mengkhawatirkan anak-anak jadi matang sebelum masak. "Janganjangan nanti Si Unyil diwajibkan mensukseskan pemilu," tambahnya. Perlu Cermat Sebelum suatu kisah ditampilkan, menurut Dwipayana, PPFN biasanya berkonsultasi dengan sejumlah pendidik. Jika dianggap terlalu berat, katanya, pengadeganan suatu cerita kemudian dibatalkan. Si Unyil berusia sekitar tujuh tahun, anak tunggal dari keluarga menengah yang tinggal di pedesaan. Ibunya keras, sementara ayahnya bijaksana. Si Unyil selalu mengenakan kopiah hitam dengan sarung dililitkan ke bahu. Dia, menurut Drs. Suyadi perancang dan pembuat boneka Si Unyil dan kawan-kawan, merupakan gambaran anak nakal dan cerdas yang selalu ingin tahu segala hal. Kawan-kawannya: Usro, Cuplis, Si Ucrit, Endut dan Meilani. "Si Unyil bukanlah anak orang Jawa maupun Sunda. Dia adalah anak Indonesia," ujar Dwipayana. Dengan masa puur sekitar dua puluh menit di tv, film serial Si Unyil (berwarna, 35 mm) mengisahkan anak-anak pedesaan. Anak-anak kota ternyata menyukainya pula. Dana sebesar Rp 200 juta (sampai tahun anggaran 1981/82) disediakan untuk menyelesaikan 60 kisah serial tersebut. Kenapa boneka, bukan kartun saja? "Film boneka lebih murah, dan mudah mencapai sasaran," jawab Dwipayana. Film kartun dianggapnya terlalu mahal. Untuk satu kisah (episode) dengan masa putar sekitar sepuluh menit, film kartun bisa memakan biaya Rp 40 juta. Kendati cuma boneka, menurut Suyadi, pengerjaan Si Unyil dan kawan-kawan memerlukan kecermatan. "Yang sulit, misalnya, membuat (mimik) seorang tokoh pemalas."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus