Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"HEI, Sophi, jangan jalan cepat-cepat. Lihat itu Presiden di
belakang," kata Raja Spanyol Don Juan Carlos I kepada istrinya,
Sri Baginda Ratu Dona Sophia.
Pagi Minggu 2 November itu, Presiden dan Ny. Tien Suharto
menerima tamu negara dari Spanyol tersebut di teras bangunan
utama joglo Gedung Sasana Langen Budaya, Taman Mini Indonesia
Indah. Dona Sophia, yang mengenakan baju potongan 'sederhana,
melihat isi Museum Taman Mini dengan penuh perhatian. Ketika
tiba di bagian wayang, sebelum pemandu menerangkan dengan cepat
Sophia berkata: "Ah, ini saya tahu. Hanoman, raja semua kera."
Juan Carlos sendiri (5 2 tahun) lebih tenang. Tubuhnya
atletis (ia olahragawan layar), tinggi 1,92 m dan berat 80 kg.
la mendengarkan semua keterangan Presiden Suharto yang juga jadi
pandunya. Di tempat rencong Aceh Presiden misalnya berkata:
"Dengan senjata ini, orang Aceh membunuh Belanda dan
mempertahankan tanah airnya. "
Hari itu kebetulan pula hari ulang tahun Dona Sophia ke42.
Dan pagi-pagi Presiden dan istri telah me ngirim buket anggrek
dikombinasikan dengan untai melati. Dalam acara makan siang di
Caping gunung, disediakan nasi tumpeng khusus untuk . HUT.
Presiden memberi kado wayang kulit Kresna. Ny. Tien memberi
cawan onix Trenggalek -- dikombinasi dengan perak sebagai
dasarnya -- serta sebuah ciuman.
Di Spanyol sendiri HUT Ratu tidak dirayaka m terbuka. "Kami
memang tidak pu nya kebiasaan itu," kata Duta Besar Spanyol
untuk Indonesia, Alberto Pascual-Villar. Berbeda misalnya dengan
Hari Nasional yang dirayakan besar-besaran: 12 Oktober. Juan
Carlos sendiri lahir 5 Januari 1938. Seperti orang, Spanyol
lainnya yang beragama Katolik, ia merayakan HUT-nya pada HUT (
orang Suci yang melekat pada namanya. Untuk sang raja: Dia del
Santo del Juan, Hari orang Suci Juan.
Juan Carlos I adalah cucu Raja Alfonso XIII, yang pada 1931
meninggalkan Spanyol karena krisis sosial. 1936 Jenderal
Francisco Franco Bahamonde memimpin pemberontakan militer. Dan
seiak 1939 Spanyol berada di bawah kekuasaan Caudillo -gelar
sang diktator--sampai 22 November 1975. Alfonso XIII sendiri
tidak pernah lagi Melihat kerajaannya, walau di tahun 1939 EL
Caudillo mengembalikan kewarganegaraan dan semua harta
kekayaannya yang disita tahun 1932.
Ketika Juanito (panggilan kesayangan Juan Carlos I) berusia
10 tahun, keluarganya diperbolehkan kembali ke Spanyol. Ayah
Juan, Don Juan juga namanya, berharap penuh akan mendapat
tahtanya kembali dari El Caudillo. Tapi sang diktator lebih
senang kepada Juanito, pemuda 16 tahun yang gemar olahraga dan
spontan. Jadilah Juanito anak emas sang jenderal. Dan dua hari
setelah Franco meninggal, November 1975, Juan resmi dilantik
sebagai raja dalam negara monarki konstitusional.
Juan Carlos I menikah dengan Sophia, putri Raja Paul I dari
Yunani, 1962. El Caudillo, selain mengirim menteri angkatan
lautnya sebagai utusan pribadi, juga ucapan selamat berupa
45.000 tangkai anyelir merah kuning -warna bendera Spanyol.
Pesta meriah dihadiri tidak kurang dari 137 raja dan bangsawan
Eropa. Dari perkawinan ini Juan dan Sophia dikaruniai 3 putra:
Putri Elena (17 tahun), Putri Cristina (16 tahun) dan Felipe (12
tahun). Sebelum meninggal, Franco sudah menyetujui Felipe
sebagai calon raja penerus.
Pernah Juan berkata "Kita harus hidup seperti biasa, seperti
sebelum saya jadi raja, Sophia." Dan Sophia pun sering mengantar
anak-anaknya sendiri ke sekolah umum. Walaupun ada tempat duduk
kerajaan dalam gedung konser warisan kuno, Raja dan Ratu sering
duduk di kursi biasa -- dan membeli karcis sendiri.
Di Jepang, 1971, Sophia pernah tergiur oleh seuntai kalung
indah yang harganya lebih dari sejuta pesetas--sekitar Rp 8,5
juta. Dan Juanito menarik lengannya--berkata: Sophi, kita tak
punya uang sebanyak itu. Itu hanya untuk para jutawan."
Mungkin mereka memang tidak kaya. Tapi sang ratu adalah
seorang yang lincah dan tidak menyembunyikan kegembiraan. "He,
saya mau naik itu," katanya, sambil jarinya menunjuk kereta
gantung (sky lift) di Taman Mini. Permintaan itu diulanginya
lagi ketika makan siang di restoran Caping Gunung. Ny. Tien,
yang tampaknya "mengasuh " Sophia, menjawab: "Tapi tidak ada
dalam acara. Nanti bagaimana pihak protokol."
Rombongan Raja Spanyol membawa 19 pejabat resmi, 7 tidak
resmi, 4 sekretaris, 14 sekuriti, 10 pengurus rumah tangga
Kerajaan dan 51 wartawan. Walaupun kedatangan mereka disambut
hujan lebat di hari Jum'at petang, 31 Oktober, acara lainnya
cukup lancar.
Hari kedua Dona Sophia pergi ke Borobudur. Mahasiswi llmu
Kemanusiaan (Humanities Science) yang ambil spesialisasi bidang
arkeologi itu antusias sekali memotret sana-sini. Dan wartawan
Spanyol yang turut mendaki Borobudur nampak bebas bercakap-cakap
dengan ratunya.
Selesai makan siang, Sophia melihat-lihat toko-toko suvenir
kecil di situ. Ketika bertemu dengan bapak tua yang sedang
mencoba gasing dagangannya, ia jongkok dan memperhatikan gasing
bambu yang berbunyi nguung itu.
"Lagi, Pak, dicoba yang betul," ujar Gubernur Jawa Tengah
Supardjo Rustam. Ratu, yang bahkan tidak mengenakan tiara pada
jamuan kenegaraan (padahal ia punya nenek dari beberapa kerajaan
Eropa di akhir abad ke-19 yang tentulah sangat kaya), juga tidak
gemar daging--kecuali ikan. Karena itu ketika makan siang di
Borobudur lauk pauknya ikan melulu. Di Restoran Oasis Jakarta
rombongan tidak disediai daging. "Dan ia menghabiskan semua
hidangan yang disuguhkan," kata Dr. Haryati Subadio, Dirjen
Kebudayaan Departemen P & K yang menyertainya ke Borobudur.
Pada jamuan kenegaraan 1 November malam, bistik panggang bagi
Ratu ialah sayuran--dari luar mirip bistik sungguhan.
Sementara Sophia ke Borobudur, Juan Carlos I ke
Bandung--meninjau PT Nur tanio, perusahaan perakitan pesawat
terbang yang mempekerjakan 32 orang tenaga ahli Spanyol. Toh
kunjungan Raja Spanyol tidak membuahkan komunike bersama7 meski
ada pembicaraan dua jam antara Menlu Mochtar dan Menlu Don Jose
Pedro Perez Llorca (40 tahun). Pimpinan pemerintahan meman bukan
pada Raja, melainka Perdana Menteri -- Adolfo Suarez Gonzalez,
48 tahun.
Juan Carlos de Borbon y Borbon adalah lambang ikatan dengan
sejarah: sebuah negeri yang tua (sekarang, dengan penduduk 34
juta), yang dengan restu Paus pernah menjajah separuh belahan
bumi, yang pernah masyur dengan nama Andalusia di bawah
pemerintahan berbagai kerajaan Islam selama 70 tahun, dengan
berbagai bang unan peninggalannya di tengah kebun-kebun zaitun
dan anggur. Dan dengan seorang penyair yang dikenang, Federico
Garcia Lorca.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo