Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMPAK sepintas, tak ada yang berubah pada Mus Mualim, 45
tahun. Perawakannya tetap kekar bulat. Rokoknya, Bentoel
International, tetap berkepul-kepul. Cuma jalannya kini tak lagi
gesit. Rematik berat telah menggigit persendiannya tahun-tahun
belakangan ini. "Sampai jalan saja sudah slow motion," Mus
menertawakan jalannya yang terseok-seok itu. "Tapi untuk pakai
tongkat penyangga, gengsi dong."
Sudah sejak 1970 penyakit itu datang. Mus hampir tak menggubris
pantangannya. "Terutama untuk pantang soto jeroan, wah, susah,"
tuturnya. Hasilnya: sang penyakit kian merajalela, meski Mus
sempat 3 tahun mencoba obat tradisional. "Tiga bulan yang lewat
akhirnya saya kembali ke dokter. Dia bilang, sudah rada repot,"
Mus bercerita.
Apa boleh buat. "Saya sering bilangin," tambah Titiek Puspa
sambil membelai suaminya itu, "tapi dianggap angin saja . . . "
Namun diam-diam Mus khawatir juga. Sudah tiga bulan ini ia
menghentikan makan soto babat yang amat digemarinya itu. "Ngeri
juga kalau sampai kedua kaki saya mengalami nasib sepert lengan
kiri ini yang berbentuk L," katanya.
Sehari-hari masih tetap sibuk dengan urusan musik, Mus
kadang-kadang turun ke jalan: ngebut. "Itu satu-satunya olahraga
saya sekarang" ujarnya, "dengan mengedarai mobil secara cepat,
'otot saya dilatih bergerak." Lebih bersemangat lagi Mus bicara
tentang ngebut ini, katanya. "Sampai umur 80 mudah-mudahan masih
bisa."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo