Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"BEBERAPA lama lagi kiranya saya bisa tinggal di rumah ini?''
Ketika P.K. Ojong SH mengucapkan kata-kata itu tak ada yang
memperkirakannya sebagai "peringatan". Tidak juga Jakob Octama,
pemimpin redaksi harian Kompas yang mendengarnya. Dan P.K.
Ojong, 60 tahun, memang hanya sebulan bisa menempati rumah baru
di kompleks perumahan Permata Hijau, Senayan, Jakarta. Petrus
Kanisius Ojong, yang dulu dikenal dengan Auwjong Peng Koen,
meninggal dunia secara mendadak pada 31 Mei di rumah barunya
yang besar itu, hanya sebulan pula sebelum ulang tahun ke-15
harian. Kompas yang didirikannya.
Kelahiran Bukittinggi Sum-Bar, 25 Juli 1920, Ojong memulai
karir kewartawanannya 1946. Selama 5 tahun ia menjadi anggota
redaksi harian Keng Po dan mingguan Star Weekly sembari kuliah
di Fakultas Hukum UI -- lulus 1951.
Kemudian, 1963 ia ikut mendirikan dan memimpin majalah bulanan
Intisari. Dua tahun kemudian diterbitkannya Kompas. Dan sejak
1970 ia menjadi direktur PT Gramedia.
Dikenal sebagai orang yang gemar membeli dan amat mencintai
buku, Ojong bahkan mengasuransikan koleksi buku milik Keng Po
dan Star Weekly serta miliknya sendiri.
Semasa hidupnya Ojong dikenal sebagai guru, sebelum terjun di
dunia pers. Dia juga pernah dikenal sebagai pengarang beberapa
buku. Antara lain buku tentang Perang Pasifik, yang dikumpulkan
dari tulisan bersambung di mingguan Star Weekly yang pernah
diasuhnya. Kemudian di Kompas, yang kini beroplah di atas
250.000 eksempar itu, almarhum juga pernah menjadi penulis tetap
rubrik 'Kompasiana' yang keluar setiap awal minggu, tapi
kemudian dihentikan.
"Ia sangat lurus. Setiap ada kesulitan selalu mengajak saya
memecahkannya," komentar Jakob Oetama, pemimpin
redaksi/penanggungjawab Kompas. "la selalu kerja dengan keras,
,tidak mengenal lelah, jujur dan sederhana," sambungnya.
Beberapa hari sebelum meninggal, menurut seorang wartawan
Kompas, Ojong ingin memesan sebuah lukisan berukuran 2« m x 80 cm
untuk dipasang di rumahnya yang baru itu. Tentu saja tak ada
atau sangat jarang barang seukuran itu -- kalau itu lukisan.
Almarhum meninggalkan seorang istri, 4 orang anak lelaki dan 2
orang anak perempuan. Jenaahnya dimakamkan di pekuburan Tanah
Kusir, Jakarta, 4 Juni siang -- sesudah upacara Ekaristi Duka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo