Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Menulis buku

Mochtar lubis, 55, ketika berumur 25 th telah menjadi wartawan antara, memimpin majalah mutiara & harian indonesia raya. pernah masuk penjara. baru menyelesaikan bukunya het land onder de regenboog. (pt)

28 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"YA, saya sekarang umur 55 tahun, tapi semangat masih 25 tahun," ujar Mochtar Lubis yang masih segar bugar. Setelah surat kabarnya--untuk kedua kali -- ditutup 4 tahun lalu, Mochtar jarang menampilkan tulisannya untuk pembaca dalam negeri. Tapi mengapa harus ingat angka 25? "Wahtu itu saya sudah produktif," jawabnya. "Jadi wartawan Antara, setahun kemudian pindah memimpin majalah Mutiara dan harian Indonesia Rala." Mochtar kini ayah 3 orang anak dan kakek 3 orang cucu. Untuk menulis dia lebih banyak menghabiskan waktunya di Tugu, Bogor, di mana dia memiliki sepotong tanah yang dibelinya dari honor buku yang diterbitkan Balai Pustaka di tahun 1953. "Di Jakarta banyak gangguan telepon," tambahnya, "dan di Tugu kadang-kadang saya jadi petani. Saya benar-benar mencangkul. Yang saya tanam padi, jengkol dan pepaya." Mochtar tidak menjelaskan apakah jengkol lauk nasi yang disukainya. Selama 4-5 tahun, Mochtar pernah masuk penjara di RTM Budi Utomo, Jakarta, penjara di Madiun dan terakhir di Jalan Keagungan, Jakarta. Setelah Supersemar keluar, 17 Mei 1966, Mochtar dibebaskan. "Saya bebas bukan karena Amnesti Internasional, tapi karena Sukarno tidak berkuasa lagi." Ketika Amnesti memperjoangkan pembebasan Mochtar Lubis dan tokohtokoh lain, Pramudya Ananta Tur mengkritik Amnesti. "Ya, orang-orang PKI pasti tidak senang saya dan kawan-kawan bebas," ujar Mochtar. Dan ketika Mochtar beberapa tahun lampau pergi ke Buru dan bertemu Pram, Mochtar minta agar Pram diberi mesin ketik, dan alat-alat melukis untuk yang lain. "Tampaknya waktu itu mereka memerlukan mesin tulis dan alat-alat melukis. Kami mintakan pada Jenderal Sumitro. Rupanya berhasil." Sambungnya: "Waktu itu kami juga minta kepada Jenderal Sumitro untuk segera menyelesaikan tahanan itu. Tapi Sumitro kemudian 'kan lalu di .... " - ia tidak menyelesaikan kalimatnya, lalu menambah: "Saya gembira sekarang mereka dibebaskan, meskipun tindakan itu sudah terlambat. Tapi ya, Pemerintah punya pertimbangan sendiri, saya punya pandangan sendiri." Dia baru saja menyelesaikan bukunya yang berjudul Het land onder de regenboog (Negeri di Kaki Pelangi). Buku hasil reinterpretasi tentang Sejarah Indonesia dari pra-sejarah, terutama sejak datangnya Portugis sampai akhir kekuasaan Sukarno. Buku ini terbit dalam bahasa Belanda oleh penerbit Belanda. Nantinya akan ada versi Inggerisnya, dan kabarnya Pustaka Jaya berminat menerbitkannya ke dalam bahasa Indonesia. Regenboog akan selesai terbit di bulan Pebruari 1979. "Setelah saya survei sendiri ternyata sejarah Indonesia yang ditulis orangorang Belanda tidak seperti yang kita ketahui selama ini. Banyak hal-hal yang tidak ditulis penulis Belanda." Mochtar juga memuji sistim dokumentasi di Negeri Belanda, yang kalau diminta, 5 menit saja sudah siap. Selain itu ada pula ditulisnya buku roman sejarah yang akan terdiri dari 5 buku. "Riset sudah selesai dan saya mulai dengan buku pertamanya. Juga saya tulis di Negeri Belanda." Yang ditulisnya di Indonesia adalah catatannya selama ditahan 2 bulan di Nirbaya, dan sebuah roman tentang wanita. Ketika di Nirbaya (setelah peristiwa Januari 1974) Mochtar berada satu kompleks dengan bekas Menlu Subandrio dan bekas KSAU Omar Dhani. Dua yang terakhir oleh pengadilan Mahmilub dijatuhi hukuman mati. Toh Mochtar masih jadi anggota panitia Unesco tentang komunikasi samai 1979 nanti. Kerjanya meneliti ketidakseimbangan arus berita antara negara maju dan dunia ketiga. Setahun 4 kali dia pergi ke Paris untuk keperluan ini. "Habis, di dalam negeri tidak bisa cari makan. Saya cari makan di luar negeri," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus